MilitaryAddictBlog

"berisi tulisan-tulisan tentang informasi yang berkaitan tentang fakta, analisa dan fenomena tentang sejarah dan militer. melawan lupa teruntuk peristiwa yang pernah singgah di setiap riak langkah kehidupan manusia"

Konstelasi Politik Global Pasca Perang Dingin

Setelah Perang Dingin berakhir (1991), proses transformasi dalam masyarakat serta kelembagaan dunia berlangsung semakin cepat. Proses globalissi yang terjadi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pada system transportasi, komunikasi, dan teknologi. Serta gejala regionalisme yang protektif dalam bidang ekonomi, pertahanan-keamanan, social-budaya maupun politik. Negara-negara di dunia akan mempersiapkan diri masing-masing mengamankan eksistensinya dengan berbagai cara. Negara maju kian bertambah maju, dengan cara akan mempertahankan berbagai asset ekonomi maupun jalur-jalur strategis sumber bahan baku serta mempersipkan konsep geopolitik dan geostrategi. Berlangsungnya transformasi masyarakat merupakan proses evolusi yang tidak dapat dihindarkan. Ada beberapa bentuk transformasi dalam konstelasi sistem internasional:

• Transformasi tatanan politik global (secara politik jelas bergeser dari bipolar menjadi unipolar atau hegemoni, namun secara ekonomi lebih cenderung multipolar).
• Semakin menguatnya keterkaitan antara forum bilateral, ragional, dan global.
• Semakin bervariasinya hubunganinternasional baik dari segi besarnya peran maupun kekuatannya.
• Munculnya berbagai isu baru dalam agenda internasional.

Beberapa Negara yang mengalami konstelasi politik internasional, yaitu:

A. Uni Soviet dan Eropa Timur
Pada tahun 1990, pemerintahan baru telah terbentuk dihampir semua negara Eropa Timur. Dilatarbelakangi oleh pertentangan atas pemerintahan komunis di Negara-negara Eropa Timur yang telah memerintah sejak tahun 1940-an. Didukung oleh deklarasi Uni Soviet yang isinya Kremlin tidak akan lagi menggunakan kekuatan militer dan sesuai dengan pernyataan Mikhail Gorbachev yang membebaskan penduduk Eropa Timur untuk memilih sendiri bentuk pemerintahannya. Hal ini mendorong Negara-negara yang menganut ideologi komunis untuk melakukan reformasi pemerintahan dan meninggalkan ideologi komunis. Bahkan peta politik Eropa telah berubah dengan bersatunya Jerman Barat dan Jerman Timur pada 3 Oktober 1990. Di dalam negeri Uni Soviet sendiri telah terjadi perubahan yang mendasar di tahun 1991. Selama masa pemerintahannya, Gorbachev membawa pemikiran-pemikiran baru. Glasnost, kebijakan Gorbachev untuk membuka Uni Soviet dari dunia luar telah banyak diterima masyarakat Uni Soviet. Reformasi politik yang dilakukan Gorbachev yaitu demokratizatsiya, juga telah diterima oleh penduduk Uni soviet. Karena kebijakan reformatif yang dilakukan oleh Gorbachev mendorong kelompok konservatif untuk melakukan kudeta kepada pemerintahan Gorbachev pada bulan Agustus 1990. Namun kudeta tersebut berhasil digagalkan oleh Boris Yeltsin dan kelompok reformasi yang ada di Uni Soviet. Dampak dari kudeta tersebut menyebabkan popularitas kekuasaan Gorbachev dan kredibilitas Partai Komunis menjadi berkurang, sedangkan yeltsin dan kelompok reformis mendapatkan dukungan dari masyarakat Uni Soviet untuk melakukan reformasi. Hasilnya Yeltsin melakukan pertemuan dengan Presiden Ukraina dan Belarusia pada bukan Desember 1991 dan mendeklarasikan bahwa Uni Soviet akan berhenti sebagai Negara pada 1 januari 1992 dan digantikan oleh 15 negara merdeka baru.

B. Amerika Serikat
Amerika Serikat memiliki kekuatan di semua kategori sebagai suatu Negara besar, sehingga Negara itu menikmati keunggulan peran dalam politik internasional (Layne, 1994: 244).
1. Konstelasi sistem internasional pasca perang dingin bergerak ke arah bentuk unipolar, dimana Amerika Serikat sebagai kekuatan tunggal setelah Uni Soviet runtuh.
2. Sebagai satu-satunya Negara adikuasa setelah perang dingin, Amerika Serikat memainkan peranan yang sangat penting untuk membuat dunia dapat semakin tertib atau membiarkannya menjadi tidak tertib. Dalam menghadapi bahaya yang ada, harus diakui bahwa meningkatnya suatu konflik tergantung dari apa yang dilakukan Amerika Serikat dalam menangani konflik itu. Sehingga ketertiban dunia sangat tergantung terhadap Amerika Serikat dari apa pilihan yang diambilnya dan kepemimpinan yang dijalankannya (Brzezinski, 1992: 5).
3. Setelah berakhirnya perang dingin, Amerika Serikat telah menunjukan kepemimpinannya dalam dunia internasional, seperti yang terlihat dalam penanganan konflik yang terjadi di Bosnia. Pada 5 Oktober 1995, dipimpin oleh wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Richard Halbrooke, perjanjian gencatan senjata disetujui oleh pihak-pihak yang bertikai. Pada bulan November 1995 pihak-pihak yang bertikai bertemu di Dayton,Ohio untuk membicarakan kesepakatan damai. Setelah beberapa minggu melakukan negosiasi, Persetujuan Dayton” diterima oleh kedua belah pihak dan ditandatangani pada tanggal 14 Desember 1995 di Paris. Persetujuan ini berisi tentang adanya federasi Kroasia-Muslim dan Republik Serbia dalam satu Negara Bosnia, dengan Sarajevo tetap sebagai ibukotanya.
4. Presiden Clinton pada tanggal 27 November 1995 menyatakan bahwa pasca perang dingin, kepemimpinan Amerika Serikat tetap diperluksn untuk menjaga perdamaian dunia. Dalam proses penyelesaian konflik Bosnia, Amerika Serikat telah menjadi pemimpin dan bekerjasama dengan NATO dalam mendamaikan pihak-pihak yang berkait.

C. Asia Tenggara
Salah satu langkah penting yang dihasilkan ASEAN dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan dampak transformasi dunia setelah terjadinya perang dingin (1991) ialah dengan dibentuknya ASEAN Regional Forum (ARF) pada Juli 1993.
Berdirinya ARF adalah tindak lanjut dari kesepakatan KTT ASEAN ke-4 di Singapura tahun 1992. Forum ini merupakan wadah dan sarana saling tukar pandangan dan informasi secara terbuka mengenai berbagai masalah, mulai dari politik sampai lingkungan hidup. Secara khusus pula forum ARF ini ditujukan untuk bisa bersama-sama memecahkan masalah-masalah politik internasional dan inter-regional dibanding masalah-masalah besar yang potensinya justru timbul dari lapisan paling dalam, yakni bersumber dari problematic nasional masing-masing Negara khususnya di ASEAN.
Kepentingan utama ASEAN mewujudkan ARF adalah berusaha mencapai sasaran objektif terciptanya kawasan damai, bebas, dan netral dengan cara saling membantu, saling percaya melalui terciptanya transparansi (lazim disebut Confidence building Measures), serta mencegah kemungkinan timbulnya ketegangan dan konflik di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya melalui jalur dan sarana diplomasi (preventive diplomacy).
Selain itu, isu yang menjadi konstelasi politik pasca perang dingin dikawasan Asia Tenggara ialah masalah politik klaim di wilayah laut China Selatan. Potensi konflik yang utama adalah masalah klaim enam Negara atas wilayah kepulauan Spratly dan kepulauan Paracel serta klaim-klaim tumpang-tindih atas zona ekonomi eksklusif (ZEE) oleh Negara-negara disekitar Laut China Selatan. Spratly diklaim oleh 6 negara (Tiongkok, Taiwan, Vietnam, Filipina, Brunei dan Malaysia. Paracel diklaim oleh 4 negara (Tiongkok, Taiwan, Vietnam dan Filipina). Masalah pokok yang menimbulkan atau memicu potensi konflik di Laut China Selatan adalah kepentingan untuk menguasai serta memanfaatkan sumber-sumber daya alam strategis. Ada beberapa faktor yang menyebabkan potensi konflik di Laut China Selatan cenderung bisa meningkat menjadi konflik dan membahayakan stabilitas kawasan, yaitu :
1. Berlakunya kondisi kekosongan kekuasaan (vaccum of power) yang diiringi oleh tidak adanya perimbangan kekuatan. Cerai berainya Uni soviet, melemahnya kekuatan dan peran global Rusia, penghapusan pangkalan Amerika Serikat (AS) di Filipina dan transformasi militer Tiongkok dengan melakukan modernisasi Alutsista-nya sejak pertengahan tahun 1990-an dan mewujudkan doktrin Blue Water Navy menjadikan ancaman kedaulatan negara disekitarnya.
2. Klaim territorial yang tumpang tindih dan cenderung berubah-ubah.
3. Berlangsungnya langkah-langkah atau tindakan-tindakan provokatif dari Negara-negara yang mengklaim wilayah territorial, ZEE, pualu-pulau dan gugus karang tidak bertuan.
Peran Indonesia dalam menyikapi konflik di Laut China Selatan, walaupun tidak ikut terlibat dalam konflik Laut China Selatan, Indonesia layak merasa berkepentingan
terhadap pengelolaan potensi konflik di Laut China Selatan tersebut. Baik untuk kepentingan nasional Indonesia, maupun untuk kepentingan regional Asia Tenggara. Indonesia dapat berperan sebagai pemrakarsa dan sekaligus mediator dalam mengupayakan penyelesaian konflik serta mencegah berlanjutnya potensi-potensi konflik menjadi konflik baru.
___________________________________________________________________________

Sumber :
Drs. T.May Rudy, S.H., MIR., M.Sc. Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin. PT. Refika Aditama. 2002. Bandung

Pertempuran Iwo Jima

Perang Dunia II di Asia-pasifik atau yang juga disebut dengan Perang Asia Timur Raya ditandai dengan serbuan Jepang ke Pearl Harbour pada tanggal 7 Desember 1941. Sejak saat itu, pasukan jepang melancarkan invasi besar-besaran ke berbagai Negara di kawasan asia. Sepanjang perjalanan berlangsungnya Perang Asia Timur Raya, Banyak kisah-kisah pertempuran yang menarik untuk di bahas. Salah satunya adalah Pertempuran Iwo Jima yang dikenal sebagai salah satu pertempuran paling berdarah antara Jepang dan Amerika Serikat beserta sekutunya. Dikatakan paling berdarah karena pulau Iwo Jima yang menjadi lokasi pertempuran adalah pulau milik Jepang yang menjadi lokasi pertahanan penting karena perannya sebagai lokasi radar peringatan dini kepada Tokyo dari serangan-serangan udara Sekutu. Sedangkan pihak Amerika dan sekutu menganggap lokasi Iwo Jima yang strategis karena berada pada jalur bagi pesawat-pesawat pengebom yang ditugaskan untuk membombardir wilayah-wilayah vital Kekaisaran Jepang. Sehingga jika Iwo Jima dapat dikuasai, maka pulau tersebut dapat dijadikan pangkalan pesawat-pesawat tempur dan pengebom  serta akan mempersingkat waktu yang dibutuhkan bagi pesawat-pesawat tersebut untuk mencapai wilayah jepang. Dengan begitu dapat menghemat bahan bakar pesawat dan pengeboman dari udara bisa lebih efektif dilakukan. Oleh karena itu, masing-masing pihak baik Jepang maupun Amerika Serikat bertempur mati-matian untuk mempertahankan dan menguasai Pulau tersebut. Secara singkat, dibawah ini akan dipaparkan hal-hal seputar pertempuran Iwo Jima.

Latar Belakang Pertempuran

Setelah mengalami kekalahan yang mengejutkan di Midway, laut Filipina dan Teluk Letye, angkatan Laut Kekaisaran Jepang tidak berdaya di hadapan Gugus Tugas Amerika yang menjelajahi pasifik dan selalu mendampingi tiap pendaratan amfibi. Di Pasifik Tengah, pasukan Jenderal MacAthur telah bergerak maju melalui Kepulauan Solomon dan di sepanjang Papua, dan pada Oktober 1944 telah menginvasi Letye di Filipina, memenuhi sumpahnya “saya akan kembali.” Melalui pulau-pulau dan atol-atol di utara, pasukan Marinir AS Laksamana Nimitz bergerak maju dengan operasi “lompat pulau” yang dimulai di Tarawa pada 1943 dan akan mencapai puncaknya di Okinawa pada 1945. Marinir hanya merebut pulau-pulau yang penting untuk mendukung operasi lebih lanjut dan melewati serta menetralkan yang lainnya; sampai dengan Agustus 1944 Marinir telah menduduki pulau-pulau utama kepulauan Mariana-Guam, Saipan dan Tinian.

Berbicara mengenai pulau-pulau yang penting, Pulau Iwo Jima memiliki lokasi yang strategis, berada di tengah-tengah rute pengebom B-29 Superfortress dari kepulauan Mariana menuju Tokyo, membuat pulau tersebut perlu dikendalikan Amerika Serikat. Sebelum pendudukan Saipan, Tinian dan Guam, pesawat pengebom B-29 hanya bisa melakukan serangan ke Jepang selatan dari pengkalan di tiongkok tengah. Karena ada kesulitan mengangkut seluruh bahan bakar lewat jalan udara melalui ribuan kilometer wilayah yang tak bersahabat dan terbatasnya daya angkut bom, maka serangan-serangan tersebut menimbulkan dampak kecil. Namun, dengan dibangunnya lima lapangan udara besar berjarak 2.400 kilometer dari daratan Jepang, terbukalah jalan bagi Pasukan Angkatan Udara Ke-20 untuk melaksanakan serangan besar terhadap jantung industri jepang.

Satu-satunya halangan dalam jalur penerbangan adalah Iwo Jima. Di sana terdapat dua lapangan terbang dan yang ketika dengan dalam pembangunan, serta satu stasiun radar yang dapat memberikan peringatan kepada Tokyo dua jam sebelum datangnya serangan dari Saipan. Angkatan Udara sekutu sangat perlu menghilangkan ancaman serangan pesawat pemburu dari lapangan terbang Iwo Jima dan melumpuhkan stasiun radar yang berada di sana. Kalau pulau itu dikuasai Amerika Serikat, juga ada banyak manfaaat lain, seperti tempat berlindung bagi pengebom yang rusak berat, fasilitas untuk pesawat amfibi penyelamat, dan yang lebih penting, pangkalan pesawat pemburu jarak jauh P-51 Mustang untuk mengawal pengebom Superfortress pada paruh kedua perjalanan jauh menuju Jepang.

 Pihak yang berseteru

Menghadapi pasukan pertahanan jepang, Amerika mengerahkan tiga divisi Marinir. Divisi Marinir ke-3, ke-4 dan ke-5, dengan anggota 70.000 lebih prajurit yang kebanyakan merupakan veteran berpengalaman dari operasi yang sebelumnya. Divisi Marinir ke-3 masih berada di Guam sebelum merebut pulau tersebut pada Agustus 1944. Sementara Divisi Marinir ke-4 dan ke-5 akan dikerahkan dari kepulauan Hawaii. Angkatan Laut dijadwalkan unutk melaksanakan bombardemen menaklukkan pertahanan musuh sebelum invasi.

Pada 15 Februari 1945, armada invasi meninggalkan Saipan. Pertama-tama LST (Landing Ship Tank) yaitu Kapal Pendarat Tank yang mengangkut pasukan gelombang pertama Divisi Marinir ke =-4 dan ke-5. Hari berikutnya berangkatlah kapal pengangkut pasukan dengan pasukan Marinir sisanya serta sebagian besar tank, perbekalan, artileri dan satuan-satuan pendukung. Armada tersebut dengan cepat terlihat oleh pesawat patrol Angkatan Laut Jepang dan pasukan pertahanan Iwo Jima segera bersiaga. Jenderal Kuribayashi sebelumnya telah membagikan dokumen berjudul “Sumpah Pertempuran Pemberani” kepada pasukannya. Yang salah satu poinnya menegaskan bahwa setiap orang wajib membunuh sepuluh orang musuh sebelum mati. Dengan pertahanan yang telah disiagakan dan pasukan yang siap bertempur sampai mati, Kuribayashi menunggu pasukan penyerang dengan sabar.

Pimpinan tertinggi Jepang tahu akan pentingnya Iwo Jima dan sejak awal Maret 1944 mulai memperkuat pertahanan pulau tersebut. Resimen Infantri ke-145 yang dipimpin Kolonel Masuo Ikeda, yang semula ditujukan untuk memperkuat pertahanan Saipan, dialihkan ke pulau tersebut. Dalam masa menjelang penyerangan Marinir pada 1945, Divisi ke-109, termasuk brigade Gabungan ke-2 (Mayjen senda), Resimen Tank Ke-26 (Letkol “Baron” Takeichi Nishi), Resimen infanteri Gabungan ke-17 (Mayor Tamachi Fujiwara), Brigade Artileri (Kolonel Cho Saku Kaido) dan Batalion Anti Serangan Udara, mortar, meriam dan senapan mesin tambahan dikirimkan ke pulau tersebut. Satuan-satuan Angkatan Laut, kebanyakan anti serangan udara, komunikasi, perbekalan dan grup zeni berada di bawah pimpinan Laksamana Muda Toshinosuke Ichimaru yang juga bertanggung jawab atas Armada Udara ke-27. Pada satt pendaratan Marinir tanggal 19 Februari 1945, jumlah total pasukan bertahan jepang mencapai 21.060 prajurit. Lebih banyak daripada perhitungan Amerika yang hanya 13.000 prajurit.

Kondisi geografis

Kondisi geografis pulau Iwo Jima mendikte lokasi pendaratan bagi pasukan invasi. Dari foto udara dan foto periskop yang diambil dari kapal selam USS Spearfish, sangatlah jelas bahwa hanya ada dua bagian pantai yang dapat didarati pasukan Marinir beserta unsur pendukungnya. Jenderal Kuribayashi juga telah menyimpulkan hal yang sama beberapa bulan sebelumnya dan menyesuaikan rencananya dengan kesimpulan itu.

Pulau Iwo Jima panjangnya sekitar empat setengah mil atau sekitar 7,2 km dan sumbunya mulai dari barat daya ke barat laut. Meruncing dari lebar dua setengah mil di bagian utara sampai hanya setengah mil di bagian selatan. Sehingga luas tanah seluruhnya sekitar tujuh setengah mil persegi atau 19,4 . Di bagian ujung selata menjulang Gunung Suribachi, gunung berapi yang tidak lagi aktif setinggi 550 kaki (168 m) yang dari atasnya sebagian besar pulau bisa terlihat. Sedangkan pantai yang merentang ke utara dari Suribachi adalah satu-satunya tempat yang mengkin dijadikan lokasi pendaratan. Pada dataran tinggi tengah bagian selatan pulau, dibangun Lapangan Udara No. 1 dan ke utara terdaprt dataran tinggi laninnya dengan diameter kurang lebih satu mil menjadi lokasi Lapangan Udara No.2 dan Lapangan Udara No.3 yang berlum selesai. Sementara tanah yang menurun dari dataran tinggi di utara itu penuh dengan lembah, punggung bukit, ngarai dan batu-batuan mencuat yang menyediakan tempat ideal untuk pertempuran bertahan.

Strategi Pertempuran

Di pihak Amerika Serikat, rencana penyerangan yang dirancang oleh para perencana Korps Amfibi V yang dipimpin oleh Mayjen Harry Schmidt terlihat kelewat sederhana. Pasukan Mrinir akan mendarat di pantai sepanjang dua mil yang berada di antara gunung Suribachi dan East Boat Basin di pesisir tenggara Iwo Jima. Pantai itu dibagi dalam 7 bagian, masing-masing selebar 550 yard (914 m). di bawah baying-bayang gunugn Suribachi terdapat Green Beach (Batalion ke-3 dan ke-2, Resimen ke-28), di sebelah kanannya Red Beach 1 (Batalion Ke-2, resimen ke-27), Red Beach 2 (Batalion Ke-1, Resimen ke-27), Yellow Beach 1 (Batalion ke-1, Resimen ke-23), Yellow Beach 2 (Batalion ke-2, Resimen ke-23), Blue Beach 1 (Batalion ke-1 dan ke-3, Resimen ke-25). Blue beach 2 berada tepat di bawah sarang senjata musuh yang berada di penggalian batu yang menghadap ke East Boat Basin dan diputuskan bahwa Batalion ke-1 dan ke-2 Resimen ke-25 akan mendarat berdampingan di Blue Beach 1. Sedangkan Resimen ke-28 akan menyerang langsung menembus bagian terpendek pulau Iwo Jima menuju ke pantai diseberangnya, lalu berbelok ke kiri, mengosilasi dan mengamankan Gunung Suribachi. Disebelah kanan, Resimen ke-27 juga akan menyeberangi pulau dan bergerak ke utara, sementara resimen ke-23 akan merebut Lapangan Udara No.1 laulu kemudian bergerak kea rah utara menuju Lapangan Udara No.2. Resimen ke-25 yang berada di paling kanan akan dikerahkan ke kanan untuk menetralisir datarn tinggi di sekitar penggalian batu yang menghadap ke East Boat Basin.

Strategi yang dilakukan oleh Jenderal Kuribayashi strategi bertahan dengan memanfaatkan kondisi geografis Iwo Jima. Dengan kedatangan lebih banyak pasukan dan buruh Korea, Kuribayashi memulai program pembangunan pertahanan bawah tanah besar-besaran. Jejaring terowongan, gua, dudukan senjata, kubu pertahanan dan pos komando yang rumit dan luas dibangun dalam Sembilan bulan sebelum invasi. Bebatuan vulkanik lunak mirip batu apung di Iwo Jima sangat mudah digali dengan perkakas tangan dan tercampur dengan baik dengan semen sehingga menjadi perbentengan yang baik. Beberapa terowongan berada 75 kaki (23 m) di bawah permukaan tanah, sebagian besar saling berhubungan dan banyak diantaranya dialiri listrik atau menggunakan lampu minyak.

Tempat-tempat perbekalan, penyimpanan amunisi dan bahkan tempat pemutaran film yang beroperasi juga ada dalam sistem pertahanan tersebut. Pada puncak pertempuran banyak anggota Marinir yang melaporkan mendengar suara-suara dan pergerakan yang datangnya dari tanah di bawah mereka. Melalui terowongan-terowongan itu pula banyak tentara jepang yang bertahan, meloloskan diri ke bagian utara pulau ketika gunung Suribachi terisolasi. Benteng pertahanan beton dan tempat senjata berat dibangun setengah terkubur dalam tanah dan begitu kokoh sehingga sebagian besar gagal dihancurkan bombardemen Angkatan Laut dan pengboman dari udara selama berminggu-minggu.

Sang jenderal telah mempelajari metode pertahanan Jepang terdahulu yang mencoba menghentikan musuh di daerah pendaratan di pantai dan menyadari metofe itu selalu gagal. Dia juga menganggap bahwa serangan “banzai” tradisional sebagai tindakan pemborosan sumber daya manusia dan sia-sia. Pada September 1942 di peleliu, komandan pasukan Jepang Letjen Inoue, telah meninggalkan taktik yang ketinggalan zaman itu dan berkonsentrasi untuk menghabisi dan melelahkan musuh dari posisi yang sebelumnya telah direncarakan dan dipersiapkan di pegunungan Umurbrogol. Kuribayashi menyetujui taktik seperti itu. Dia tahu bahwa pada akhirnya Amerika akan menguasai Iwo Jima, namun ia bertekad untuk menimbulkan korban yang sangat besar di pihak Marinir sebelum mereka berhasil. Menurut pengakuan Mayor Yoshitaka Horie dalam wawancara dengan seorang perwira Marinir setelah perang, peran meriam penangkis udara dalam pertempuran Iwo Jima justru banyak membantu saat digunakan sebagai artileri penghancur tank. Hal ini disebabkan karena Amerika lebih unggul di udara baik sebelum mauapun selama pertempuran. Banyak meriam penangkis udara yang ditempatkan didalam lubang-lubang parit Gunung Suribachi untuk menghabisi gerakan pasukan dan tank yang ada di bawahannya sekaligus mencegat pesawat-pesawat Amerika yang melintas di depannya.

Hari-Hari Penting Dalam Pertempuran

Pertahanan Kuribayashi (Hari-H)

Sebelum pendaratan, pasukan Marinir di bawah perintah Nayjen Harry Schmidt Komandan Korps Amfibi V, menginginkan adanya bombardemen selama Sembilan hari dari kapal perang dan kapal penjelajah dari Gugus Pendukung Amfibi (Gugus Tugas 52) yang dipimpin oleh Laksamana Muda William Blandy. Namun permintaan tersebut ditolak dan hanya ditawari tiga hari bombardier sebelumnya Marinir mendarat di pantai. Sementara itu, Hari-H Senin 19 Februari 1945, dimulai dengan cuaca cerah dengan jarak pandang tak terbatas. Ketika kapal perang dan kapal penjelajah menembaki pulau dan kelompok pesawat dari kapal induk melakukan serangan, pemindahan ribuan Marinir dari kapal pengangkut pasukan dan LVT mendapat momentum. Di sepanjang pantai pendaratan para Marinir, LVT, Tank dan kendaraan lain menemui hambatan berupa undakan abu vulkanik hitam halus setinggi 4,5 m. kaki para prajurit melesak sampai pergelangan, kendaraan amblas dan LVT serta tank Sherman terhenti hanya beberapa yard dari pantai. Sementara itu, berpegang kepada strategi Jenderal Kuribayashi, perlawanan jepang relatif kecil. Kuribayashi ingin Amerika mendaratkan pasukan berjumlah besar ke pantai sebelum memulai bombardir yang cukup terlatih dan terkordinasi. Banyak perwira Angkatan Laut Amerika keliru menyangka bahwa tembakan mereka yang terus menerus menghajar daerah di depan daerah pendaratan menjadi penyebab terbatasnya tanggapan musuh.

Ketika pasukan Marinir gelombang pertama berjuang untuk bergerak maju, gelombang demi gelombang selanjutnya tiba tiap 5 menit dan situasi segera memburuk. Jenderal Kuribayashi telah berniat membiarkan para penyerbu untuk bergerak maju menuju Lapangan Udara No.1 sebelum mulai menembakkan artileri dan mortirnya. Kemacetan yang terjadi di pantai merupakan bonus dan sekitar pukul 10.00 keganasan pertahanan Jepang ditampilkan. Dari posisi-posisi yang tersembunyi dengan baik mulai dari kaki gunung Suribachi sampai ke East oat Basin gelombang tembakan artileri, mortar, dan senapan mesin menghujani paintai yang penuh sesak. Ketika menjelang malam, pasukan Marinir menduduki satu garis pertahanan yang dimulai dari dasar gunung Suribachi melintasi garis pertahanan selatan Lapangan Udara No. 1 dan berakhir di kaki peggalian batu. Sedangkan garis O-1, sasaran Hari-H tidak berhasil dicapai.

Di atas Kapal Komando Eldorado, ”Howlin Mad” Smith mempelajari laporan hari itu. Kemajuan yang dicapai tidak sebaik yang dia harapkan dan jumlah korban membuatnya muram : Saya tidak tahu siapa dia, tapi Jenderal Japang yang mengatur semua ini adalah seorang bajingan yang pintar.” Katanya kepada sekelompok wartawan perang.

Serangan Kamikaze (Hari + 2)

Kapal-kapal Gugus Tugas Al yang mendukung pendaratan menjadi sasaran salah satu serangan Kamikaze pertama Perang Dunia II. Sebanyak 50 pesawat tentara jepang yang berasal dari kesatuan Serang Khusus Milate ke-2 yang berpangkalan di Katori datang dari arah barat laut. Dalam serangan ini, Kapal induk USS Saratoga dan Kapal induk ringan USS Bismarck Sea menjadi sasaran para kamikaze jepang. USS Saratoga mengalami kerusakan berat setelah dihantam oleh beberapa pesawat Mitsubishi AGM “Zero” AU Jepang, akibatnya menyebabkan kebakaran lebat di hangar dan meninggalkan lubang menganga 91 meter dibagian landasan. Pesawat pembom bermesin ganda Mitsubishi G4M “Betty” menabrak kapal induk ringan USS Bismarck Sea. Tabrakan tersebut mengakibatkan kebakaran yang tidak dapat di kendalikan. Dalam beberapa menit satu ledakan besar mengoyak buritan Bismarck Sea sehingga kapal itu terbalik dan tenggelam. Dalam serangan kamikaze tersebut, tercatat sebanyak 358 orang tewas, satu kapal induk tenggelam dan kapal lainnya rusak parah serta sisanya rusak ringan. Ini merupakan gambaran awal yang mengerikan dari kerusakan yang aan ditimbulkan dari serangan kamikaze ketika invasi Okinawa pada April 1945.

Foto dan Puncak Suribachi (H +4)

Tanggal 23 Februari 1945 adalah hari Resimen Ke-28 menguasai Gunung Suribachi. Letkol Chandler Johnson memberikan perintah untuk menduduki dan mengamankan puncak dan Marinir Peleton Ke-3 mulai bergerak pada pukul 08.00, regu patrol yang berkekuatan empat puluh orang yang dipimpin oleh Letnan Schier mendaki lereng utara dengan susah payah dan beberapa kesempatan harus menghadapi serangan musuh dengan granat tangan. Pada pukul 1020 bendera Amerika Serikat dikibarkan menggunakan sebatang pipa dan juru foto Leatherneck Loulowery mengabadikan foto tersebut. Di sepanjang bagian selatan pulau teriakan “bendera sudah berkibar” terdengar dan pasukan bersorak serta kapal-kapal membunyikan sirine. Sekitar pukul 12.00, bendera yang lebih besar dikibarkan untuk menggantikan bendera kecil yang pertama dan kejadian ini diabadikan oleh juru foto Joe Rosenthal dari Associated Press, dan menjadi foto yang paling terkenal dalam Perang Dunia II. Jenderal Kuribayashi tidak menyangka bahwa lokasi yang strategis tersebut jatuh begitu cepatnya. Sementara itu, Jenderal Harry Schmidt dan beberapa perwira AL lainnya turun ke pantai untuk mendirikan markas besar dan melakukan konsolidasi dan pembekalan ulang untuk merencanakan serangan pada hari selanjutnya.

Pendaratan Dinah Might (H +13)

Setelah menjalani dua minggu pertempuran paling berdarah yang pernah dialami Korps Marinir AS, satu komunikasi dikeluarkan pada pukul 17.00 dari pos Komando Jenderal Rockey, Erskine dan Cates : “Besok tidak akan ada serangan secara umum…semua divisi akan memanfaatkan hati itu untuk beristirahat, melengkapi diri dan bersiap untuk melanjutkan serangan pada 6 maret.” Sementara kejadian penting terjadi pada hari itu adalah kedatangan “Dinah Might” pesawat Pengebom B-29 Superfortress pertama yang mendarat di Iwo Jima. Dengan pintu tempat bom macet dan masalah saluran bahan bakar utama, pesawat tersebut harus berjuang keras dari satu misi pengeboman di barat daya Tokyo. Ketika hendak mendarat di Lapangan Udara 1, pasukan Jepang mengarahkan tembakan artilerinya ke sana. Namun akhirnya pesawat dapat mendarat tanpa terkena satupun tembakan. Pengorbanan besar Korps Marinir untuk merebut Iwo Jima sudah mulai membuahkan hasil menyelamatkan jiwa ribuan awak Angkatan Udara. Pada hari berikutnya, mulai disusul dengan pendaratan pesawat-pesawat tempur seperti P-51 Mustang dan P-61 Black Widow.

Serangan Banzai (H +16)

Pada hari ke-16 di sektor Divisi ke-4, Jenderal Senda dan Kapten AL Inouye bersama-sama dengan 1.500 prajuritnya melakukan serangan “banzai” setelah terdesak akibat kepungan yang dilakukan oleh Resimen ke-23 dan Resimen ke-24 yang menggiring pasukan Jepang tersebut kearah garis pertahanan Resimen ke-25. Serangan “banzai” yang sangat bertentangan dengan instruksi Jenderal Kuribayashi tersebut dilakukan pukul 24.00 untuk menyerang pasukan Marinir yang sedang beristirahat di daerah Lapangan Udara No.1. Sebelum melakukan serangan tersebut, Jenderal Senda telah menghubungi Kuribayashi untuk meminta persetujuan namun sang Jenderal marah besar dan menyatakan rencana itu sebagai tindakan yang tidak praktis dan bodoh. Namun Jenderal Senda dan Kapten Inouye tetap sepakat untuk melakukannya. Serangan “banzai” tersebut sebenarnya adalah usaha yang nekad untuk bergerak kea rah selatan menembus garis pertahanan Amerika, mendaki Gunung Suribachi dan mengibarkan bendera Jepang. Terjebak dalam cahaya suar yang biasa ditembakkan tiap malam oleh kapal perusak dari lepas pantai, pasukan tersebut dibinasakan oleh tembakan artileri dan senapan mesin. Perhitungan jumlah mayat pada pagi hari, hampir 800 tentara Jepang tewas, kemungkinan jumlah korban terbesar yang mereka derita dalam waktu satu hari dan membenarkan keengganan Jenderal Kuribayashi melakukan “banzai”. Korban dari pihak mariner adalah 90 tewas dan 257 luka-luka.

Gemuruh Pembom Tokyo (H +18)

Ketika malam hari, Marinir beristirahat setelah hari yang mengecewakan dimana hanya sedikit yang berhasil dicapai di garis depan Divisi ke-4 dan ke-5, terdengar dengung ratusan pesawat mengitari timur Iwo Jima. Tiga ratus dua puluh lima pengebom B-29 dari Saipan, Tinian, dan Guam sedang menuju Tokyo untuk melakukan serangan “Bumi Hangus” Jenderal Curtiss LeMay yang pertama. Dalam serangan spektakuler tersebut, telah menghancurkan hampir seperempat Tokyo dan membunuh 83.793 orang penduduknya.

Pertahanan Terakhir (H +19)

Pada 10 Maret atau hari ke-19, pertempuran telah mencapai puncaknya. Pasukan Jepang semakin mendekati akhir ketahanan ketika mereka semakin kekurangan prajurit, kekurangan amunisi dan kekurangan makanan serta air. Di ujung barat laut pulau, Kuribayashi mempersiapkan kantung pertahanan terakhirnya, yang akan disebut “Lembah Maut” (Death Valley) oleh para Marinir. Lembah yang berada di selatan ujung Kitano ini menjadi mimpi buruk terakhir pasukan Amerika. Sekitar 1.500 prajurit Jepang yang tersisa telah bersiap untuk laga yang terakhir.

H +20-H +36

Pada minggu-minggu terakhir menjelang berakhirnya pertempuran, pasukan Jepang yang tersisa masih bertahan dan mencoba melakukan serangan terakhirnya dalam keputusasaan. Mereka terpojok di tiga daerah yang terpisah. Pertama, di Kantung Cushman yang menjadi tanggung jawab Divisi ke-3 Marinir. Perlahan, pasukan dari Divisi tersebut dapat menggilas sisa-sisa pasukan Baron Nishi. Pasukan Baron bertahan sampai akhir menggunakan tank yang ditanam sebagai artileri dan bertarung dari jejaring gua yang rumit hingga akhirnya Kantung Cushman dapat direbut. Sang Baron Nishi beserta seluruh pasukannya tewas. Kedua, di daerah pantai timur yang berada diantara Desa Higashi dan laut. Divisi ke-4 Marinir harus menuntaskan sisa pasukan pimpinan Jenderal Senda yang masih bertahan. Meskipun jumlah tawanan dari pasukan tersebut sudah mencapai kira-kira 300 orang dan usaha untuk mencegah pertumpahan darah lebih parah sudah dilakukan oleh Jenderal Erskine, namun usaha tersebut sia-sia. Pembantaian akhirnya terus terjadi sampai 4 hari hingga seluruh pasukan ditumpas habis. Jasad Jenderal Senda tidak pernah ditemukan. Ketiga, di maskas besar terakhir Jenderal Kuribayashi di Lembah Maut. Divisi ke-5 harus mengakui kehebatan pasukan terakhir pimpinan Jenderal Kuribayashi itu dan bertarung selama sepuluh hari dengan tambahan Korban sebanyak 1.724 orang.

Pada 24 Maret, pasukan musuh tinggal bertahan di daerah seluas 46 meter persegi. Usaha untuk merayu musuh agar menghentikan perjuangan mereka yang tanpa harapan kembali dilakukan oleh Jenderal Erskine dengan mengirimkan tawanan Jepang dan seorang prajurit Amerika keturunan Jepang untuk menghubungi pasukan yang bertahan. Namun Jenderal Kuribayashi menganggapnya sebagai suatu muslihat yang kekanak-kanakan dan mengabaikannya. Pada 17 Maret, Mayor Horie di Chichi Jima menghubungi Jenderal Kuribayashi untuk memberitahukan mengenai kenaikan pangkatnya menjadi Jenderal Penuh. Pada malam 23 Maret Horie menerima pesan terakhir dari Sang Jenderal : “Kepada seluruh perwira dan prajurit di Chichi Jima­­, selamat tinggal dari Iwo Jima.” Pada 26 Maret menjelang subuh, sekitar 200 sampai 300 orang tentara Jepang dari Lembah Maut dan posisi lainnya di pesisir barat diam-diam merayap melalui jurang di sektor Divisi ke-5 ke daerah perkemahan yang berada di antara Lapangan Udara No.2 dan laut. Perkemahan tersebut berisi pasukan Amerika dari berbagai macam kesatuan yang kebanyakan dari mereka sedang tidur dan merasa aman karena pertempuran hampir berakhir. Dalam serangan dari tiga arah pasukan Jepang merobek tenda, menusuk orang-orang yang tidur, melempar granat serta menembakkan pistol dan senapan ke arah orang-orang yang masih mengantuk. Ketika fajar, apa yang menunjukkan kehebatan pertumpahan darah tersebut bisa terlihat : 44 orang awak udara dan 9 orang Marinir tewas, 119 orang luka. Dari pihak penyerang 262 orang tewas dan 18 orang tertawan.

Setelah itu, kematian dari Jenderal Kuribayashi masih diselubungi misteri, jasadnya tidak pernah ditemukan. Selama bertahun-tahun beragam sumber telah mengemukakan bahwa dia gugur dalam pertempuran di sekitar Lembah Maut atau bahwa dia bunuh diri di markas besarnya. Yang tidak dipungkiri adalah Bahwa Jenderal Kuribayashi merupakan Jenderal terbesar Jepang pada masa perang dan menurut pendapat Lentan Jenderal Holland M. Smith: “Musuh kami yang paling mengagumkan.”

Kesudahan

Operasi Detacment direncanakan dan dilaksanakan sesuai kebutuhan zaman. Iwo Jima merupakan ancaman utama bagi operasi militer Pasukan Angkatan Udara ke-20 terhadap daratan Jepang dan pendudukannya sangatlah penting, seperti yang dibuktikan statistika kemudian. Total 2.251 pesawat pengebom B-29 Superfortress melakukan pendaratan darurat di pulau tersebut selama dan sesudah perang. Jumlah itu mewakili 24.761 awak yang mungkin harus mendarat di lautan yang membentang sepanjang 1.300 mil diantara Jepang dan Kepulauan Mariana dengan kesempatan selamat kecil apabila Iwo Jima tidak dikuasai.

Direbutnya kepulauan Filipina dan invasi ke Okinawa pada April 1945 mempercepat jalannya perang. Serangan bom api Pasukan AU Ke-20 dan dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki mengakhiri semuanya. Dalam hal ini, pulau Iwo Jima yang telah direbut dengan korban jiwa pasukan Marinir yang sangat besar, berperan penting dalam peristiwa-peristiwa itu.

Daftar Pustaka

Wright, Derrick. 2012. Iwo Jima 1945. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).

Ojong, P.K. 2001. Perang Pasifik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Hama. Erskine. Williams. 2008. Pulau Teror: Pertempuran Iwo Jima. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).

  1. Majalah Angkasa Edisi Khusus Perang Asia Timur Raya: Kedigdayaan Dai Nippon. Jakarta: PT. Gramedia.

Nostalgia Sejarah Militer : Museum Satria Mandala

“Jas Merah” atau Jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Salah satu kalimat orasi yang pernah disuarakan oleh Presiden Soekarno pada salah satu pidato Kenegaraannya yang terakhir pada Hari Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966. Mengingat kembali sejarah Berdirinya Indonesia, tidak lepas dari sejarah militer dalam masa perang kemerdekaan dan operasi-operasi sesudah merdeka melawan gerakan-gerakan separatis yang mengancam kedaulatan bangsa dan wilayah Indonesia. Museum Satria Mandala adalah salah satu alternatif tempat rekreasi edukasi tentang sejarah militer. khususnya, untuk me-refresh kembali ingatan kita tentang sejarah militer Indonesia dari aspek senjata-senjata yang mendukung operasi-operasi militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau yang sekarang dikenal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Salah satunya seperti Saya, Saya dan seorang teman juga berkesempatan mengunjungi Museum Satria Mandala dan ini momem kedua setelah saat SD saya mengunjungi Museum tersebut. Tidak ada perubahan yang signifikan ketika pertama memasuki dan menelusuri setiap bagian ruang pameran Museum ini. Bahkan dalam hal manajemen pengelolaan mengalami kemunduran dan yang paling parah adalah kebersihan ruangan serta perawatan dari inventaris senjata dan benda-benda sejarah. sebagian besar benda-benda yang dipamerkan terlihat sudah kusam dan berdebu. beberapa senjata tua yang di pajang terlihat sudah mulai berkarat dan catnya mengelupas. Namun, terlepas dari masalah tersebut, saya cukup puas dengan koleksi senjata dan benda-benda sejarah militer yang dipamerkan. Saya juga mengabadikan beberapa foto yang dapat mengingatkan kembali kenangan keberanian dan rela berkorban para pahlawan perwira bangsa pada saat berperang dan mengabdi kepada Ibu Pertiwi.

Dihalaman depan museum yang luas, terpajang beberapa koleksi Alutsista dari matra darat, laut dan udara yang sudah tidak aktif lagi. Senjata-senjata tersebut berasal dari era tahun 60an awal hingga tahun 70an seperti salah satu pesawat tempur tersohor Mig-21 Fishbed, replika kapal torpedo KRI Macan Tutul yang terkenal dengan peristiwa Laut Aru hingga Rudal SA-1 Guideline yang menjadi tameng udara penangkal serangan rudal atau pesawat tempur.

IMG_0787

Replika KRI Matjan Tutul

IMG_0788

Saracen, Mig-21 dan tank Stuart

IMG_0792

Rudal SA-1 dan UH-1 Huey

Lambang Kesatuan Matra TNI dan POLRI

Replika Naskah Teks Proklamasi

Setelah membeli tiket di loket yang berada di Lobi utama museem, kita akan memasuki ruangan pertama yang berisi lambang-lambang kesatuan TNI dan POLRI serta replika naskah teks Proklamasi. Yang menarik disini adalah lambang kesatuan matra darat, laut dan udara TNI masih sejajar dengan lambang POLRI seperti di era Orde Baru dimana POLRI secara struktur organisasi masih menyatu dibawah TNI.

Sumpah Prajurit TNI dan Patung Jend. A.H. Nasution.

IMG_0737

Sapta Marga TNI

Masuk lebih ke dalam gedung, pengunjung akan melewati lorong yang berisi diorama dengan latar belakang kisah perang kemerdekaan, pembacaan teks proklamasi, penumpasan pemberontakan DI/TII, pertempuran Surabaya dan lain sebagainya. setelah itu, pengunjung akan memasuki ruang koleksi yang berisi benda-benda pribadi peninggalan Jenderal Besar Sudirman seperti jubah, tongkat komndo dan tandu yang dipakai untuk membawa Mbah Dirman yang sedang sakit saat sedang memimpin pasukan dalam pertempuran Ambarawa. Terdapat koleksi Presiden Soeharto dan Jenderal A.H. Nasution berupa baju kedinasan TNI dan foto-foto semasa hidupnya.

IMG_0730

Replika tandu Jenderal Besar Sudirman.

IMG_0738

Patung Presiden Soeharto dan foto-foto beliau semasa bertugas di lingkungan TNI

IMG_0731

Jubah Jenderal Besar Sudirman

Selanjutnya, Pengunjung akan memasuki ruangan yang berisi koleksi atribut ketentaraan di lingkungan TNI seperti panji-panji kesatuan, lencana, brevet, seragam, pangkat dan foto-foto Panglima TNI dari masa kemasa serta foto-foto alutsista yang pernah maupun masih digunakan TNI.

IMG_0743

Foto Panglima TNI dari generasi ke generasi.

IMG_0748

Alutsista TNI AD

IMG_0753

Brevet-Brevet TNI

IMG_0757

Pangkat-pangkat TNI

Setelah pengunjung disuguhi pengetahuan seputar atribut ketentaraan, selanjutnya pengunjung akan memasuki ruangan senjata-senjata personil seperti pistol dan senapan laras panjang, senjata-senjata berat seperti senapan mesin dan meriam “bazooka”. selain itu terdapat pula torpedo kapal selam dan ranjau laut TNI AL yang sudah tidak aktif lagi.

IMG_0758

(Dari kiri ke kanan) enfield, Danish Madsen, Austen

IMG_0762

Bren Family

IMG_0763

AK-47 (1967), AK-47 (1952) dan M. 16A1

IMG_0768

Bazooka (atas) dan Rocket Launcher (bawah).

Setelah melihat-lihat koleksi di ruang senjata, pengunjung akan melewati pintu keluar yang menghubungkan dengan halaman belakang museum. Disini terdapat beberapa koleksi kedirgantaraan berupa pesawat tempur, pesawat latih dan helikopter yang pernah digunakan oleh TNI. Beberapa koleksi merupakan saksi sejarah kedikdayaan angkatan udara yang pernah dimiliki Indonesia semasa operasi Trikora, dimana terdapat pesawat tempur canggih dan ditakuti di jamannya “si moncong merah P-51 Mustang dan pesawat tempur pembom B-25 Mitchell. Tidak hanya itu, terdapat pula pesawat capung untuk pertanian buatan dalam negeri “Gelatik” dan pesawat tempur rampasan jepang yang dikenal dengan nama “Cureng”.  Di sebelah kiri halaman belakang museum juga terpajang deretan kendaraan tempur darat dan amfibi berupa tank, panser dan angkut personil yang juga pernah digunakan dalam operasi Trikora tahun 60an. sedangkan di sebelah kanan halaman belakang museum terdapat koleksi mobil, panser dan ambulance yang pernah digunakan TNI.

IMG_0771

B-25 Mitchell

IMG_0774

P-51 Mustang

IMG_0778

Mobil DD-1. sejarah singkat tertulis pada papan riwayat.

IMG_0782

PT-76

IMG_0779

BTR-50

IMG_0783

Angkut personil ampibi KAPA

IMG_0785

M-3 Stuart

 Ada beberapa perasaan penulis saat kembali berkunjung ke Museum Satria Mandala ini. Pertama, tentunya perasaan bangga bisa melihat dan merasakan kembali masa-masa perjuangan para pahlawan perwira bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan negara. Indonesia dengan segala keterbatasannya pada masa-masa penjajahan, bisa bangkit dan membangun sebuah angkatan bersenjata pertahanan negara yang besar dan disegani. Semua yang terjadi hari ini, tentunya tidak akan lepas dari bagaimana sebuah sejarah terjadi. Kedua, Penulis merasa sedih karena masih kurangnya perhatian dari instansi terkait dalam hal pengelolaan benda-benda peninggalan yang pastinya memliki nilai sejarah yang berharga. Khususnya pengelolaan museum satria mandala, mengingat museum ini letaknya strategis yaitu ditengah kota Jakarta dan pastinya akan menjadi alternatif wisata yang menyajikan edukasi kemiliteran bagi masyarakat. Hal ini penting karena dapat memberikan nilai-nilai patriotis dan bela negara khususnya bagi generasi muda agar kokoh pendirian dan jiwanya sebagai warga negara. Harapan penulis hanya satu, semoga kedepannya setiap instansi terkait baik pemerintah maupun swasta agar lebih memperhatikan hal-hal yang mungkin masih dianggap sepele seperti ini. Seperti sebuah penyakit kronis yang dibiarkan begitu saja, mungkin dampak nyata tidak akan kita rasakan sekarang, namun anak cucuk kita kelak yang akan merasakannya.(BPRD)

Kisah Kesaktian Senapan Serbu SS-2

Akhir-akhir ini masih santer di telinga masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat yang mengikuti berita dan informasi seputar dunia militer. Tidak lain karena Tentara Nasonal Indonesia kembali menunjukan profesionalitasnya sebagai abdi negara dan mengharumkan nama Indonesia dengan meraih prestasi pada salah satu ajang kejuaraan menembak antarprajurit internasional. Beberapa waktu yang lalu tim tembak TNI berhasil kembali menyabet juara umum pada ajang kejuaraan menembak Brunei International Skill at Arms Meet (BISAM) ke-11 di Brunei Darussalam. Setelah sebelumnya pada tahun 2014, tim tembak TNI juga berhasil mempertahankan Juara Umum dalam kejuaraan menembak antarprajurit Angkatan Darat se-ASEAN, dalam Asean Armies Rifle Meet (AARM) 2014 di Hanoi, Vietnam.

pang

Kontingen TNI Lomba Tembak BISAM (Brunei International Skill Arms Meet) ke-11 tahun 2015 Brunei Darussalam, di Ruang Hening Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (3/2/2015). (Puspen TNI)

Melihat prestasi yang secara berturut-turut diraih oleh TNI, timbul rasa penarasan dan pertanyaan di benak masyarakat umum, seperti pertanyaan dari seorang supir pribadi yang beberapa waktu yang lalu mengobrol dengan saya. “Hebat ya TNI sekarang, disaat Polri lagi ribut sama KPK, ini malah juara lomba lagi. Sebenarnya apa rahasianya sampai bisa mengalahkan negara-negara besar seperti Amerika dan Inggris?.” tuturnya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, di bawah ini akan ditemukan jawabannya. Diambil dari salah satu artikel dari Majalah Angkasa Edisi Koleksi No.91 2014 “Rahasia Di Balik Sistem Senjata Rancangan Indonesia” , Akan dibahas “kesaktian” dari senapan serbu SS-2 yang menjadi senjata andalan TNI dalam setiap Kejuaraan menembak baik nasional maupun internasional.

“Senapan serbu SS-2 yang mulai dirancang pada tahun 2001, saat ini sudah biasa dioperasikan oleh pasukan TNI dalam jumlah besar. Sejumlah prestasi pun telah berhasil diukir berkat tingkat akurasi yang tinggi dari senapan SS-2 ketika digunakan diberbagai ajang lomba menembak.”

798191_20131107120537

Prajurit Kopassus latihan menembak dengan SS-2. (Kaskus.co.id)

Pasukan TNI yang pertama kali menggunakan senapan serbu buatan Pindad adalah Kopassus (2006). Sebelum digunakan oleh pasukan TNI, produksi senapan SS-2 ternyata melalui kisah yang unik dan sempat membuat bingung Direktur Pindad saat itu, Budi Santosa (2003). Untuk memutuskan rancangan SS-2 diproduksi atau bukan ditentukan oleh ahli dari kalangan militer, melainkan dari warga sipil yang notabene masih merupakan seorang anak-anak.

Pada tahun 2003, Budi yang kebingungan untuk menentukan desain akhir SS-2 berjalan-jalan bersama anaknya yang masih duduk di bangku kelas 4 SD. Dia lalu bertanya kepada anaknya, apakah sudah pernah pegang bedil dan dijawab belum. Mendapat jawaban itu, ia belum merasa puas dan bertanya lagi, apakah anaknya pernah bermain senjata di video games dan dijawab sudah. Mendapat jawaban itu, ia merasa senang dan kemudian mengajak anaknya ke lorong tembak.

Di lorong tembak yang biasanya dipakai Pindad untuk menguji senjata, Budi kemudian mengambil kursi dan menempatkannya di posisi tengah-tengah, lalu diambil pula senjata SS-2 dan diletakkan di meja tembak. anaknya yang disuruh duduk di kursi untuk posisi menembak tampak tertegun. Namun kemudian ia memandu anaknya untuk menembakkan senapan SS-2. Sejumlah tembakan pun dilepaskan anak SD kelas 4 itu secara agak sembarangan.pada akhirnya, tembakan tepat mengenai sasaran di bagian tengah.

Atas hasil tembakan itu, Budi berkomentar, seperti yang ditulis dalam buku Pijakan untuk Kemandirian Bangsa (30 tahun PT Pindad Persero). “Memang hasil tembakannya enggak tepat, tapi itu karena pisir dan pejera berbeda,”tutur Budi. “Yang terpenting. saya bisa tahu ternyata anak sekecil itu bisa menembakkan senapan SS-2 dengan nyaman dan kena sasaran. Saya pikir, anak kecil saja bisa menembak seakurat itu, apalagi tentara yang sudah terlatih. Kalau tentara enggak bisa pakai SS-2, ya malu-maluin.”

Atas keputusan produksi senapan SS-2, mantan staf ahli dan tim khusus senjata Pindad, Kolonel (purn) TNI Peter Hermanus, ketika ditemui Angkasa dikediamannya, Cimahi, Jawa Barat, bulan Agustus 2014, mempunyai pendapat sendiri. Menurutnya. SS-2 yang merupakn kombinasi kecanggihan sejumlah senapan serbu dari berbagai negara memang tidak perlu diragukan lagi untuk digunakan oleh TNI. Dalam proses pembuatannya, sedikitnya senapan SS-2 merupakan gabungan konstruksi dari senapan SS-1, K-2 dan Avtomat Kalashnikova-47 (AK-47).

SS2-Senapan-Serbu-2-Pindad

Senapan Serbu SS-2 series. (Google.com)

“SS-2 sebenarnya merupakan senjata yang canggih karena adanya unsur kombinasi itu. Coba perhatikan moncongnya seperti senapan AK-47, popornya SS-1, magazine-nya seperti punya M-16, senapan itu memang gabungan dari berbagai senapan serbu mutakhir. Jadi, dijamin pasti bagus,” jelas Hermanus.

Masih kata Peter, butuh waktu lebih dari satu tahun untuk menyelesaikan proses pengembangan SS-2. Varian SS-2 yang dirancang dan dibuat prototipe-nya adalah SS-2 V1, SS-2 V1 Heavy Barrel, SS-2 V2, SS-2 V2 Heavy Barrel, SS-V4, SS-2 V4 Heavy Barrel dan SS-2 V5. Meskipun merupakan pengembangan dari SS-1, berdasarkan hasil rancangan tim khusus, SS-2 memiliki keunggulan. Beratnya lebih ringan, mudah menembak tepat pada jarak-jarak tertentu karena dilengkapi pisir berbentuk O yang dapat diatur sesuai dengan sasaran 100m, 200m, 300m dan seterusnya. mudah menentukan posisi pipi dan mata pada lubang pisir, serta bisa dipasangi teleskop yang bisa dipasang adalah Trijikon atau close quarter/tactical (CQ/T) karena pada bagian atas receiver terdapat dudukan yang dinamai pikatini rail.

“Senapan SS-1 tipe HB diperuntukan khusus untuk lomba tembak karena memiliki tingkat akurasi yang baik dan itu sudah terbukti dalam kejuaraan tembak, baik tingkat nasional maupun internasional.” tutur Peter.

Prestasi Internasional

image003

category of Rifle Match 2, medal emas dan perak dimenangkan oleh Indonesia pada AARM ke-24 Hanoi,Vietnam. (Berita dan Politik Kaskus).

Senapan SS-2 yang khusus digunakan untuk lomba menembak itu, pada tahap awal diproduksi sebanyak 165 pucuk. Senapan ini digunakan dalam lomba menembak Asean Armies Rifle Meet (AARM) 15/2005, yang berlangsung di Brunei Darussalam pada bulan September 2005, selain AARM 15/2005, TNI juga mengikuti lomba menembak Brunei International Skill at Arms Meet (BISAM) 2005.

Untuk kepentingan lomba menembak itu, sebelumnya PT Pindad tealh melakukan serangkaian uji coba. Uji menembak yang sudah dilakukan berlokasi di Lapangan Tembak Colodong (Kostrad) dan pengujian lintasan peluru pada jarak 400 m serta pemilihan peluru khusus lomba di PT Dahana, Turen, Malang, Jawa Timur. Dari hasil uji coba dengan mengerahkan para prajurit TNI yang memiliki prestasi menembak terbaik itu sedikitnya ada 11 masukan untuk pemenuhan kriteria senjata lomba menembak.

Dari hasil masukan saat uji coba itu selanjutnya dibuat tiga varian SS-2 untuk kepentingan sertifikasi. Ketiganya adalah SS-2 Standard, SS-2 Medium Barrel dan SS-2 Heavy Barrel, khusus untuk lomba menembak. Setelah dicapai kesepakatan karena kegiatan lomba menembak tingkat internasional membawa nama baik bangsa dan juga pamor TNI, diperoleh keputusan untuk keperluan lomba menembak akan digunakan senapan SS-2 V4. Namun sebelum digunakan untuk lomba menembak, serangkaian uji coba telah dilakukan di Lapangan Tembak Halim Perdanakusuma Jakarta, yang berlangsung pada bulan Juni 2004.

Dalam kesempatan itu, Assops Kasum TNI, Mayjen Adam Damiri, yang langsung menyaksikan uji tembak, mengkritisi karena kalau dilepas teropongnya, SS-2 V4 ternyata tidak bisa digunakan untuk menembak sasaran dengan bidikan. Ini jelas merupakan kelemahan besar untuk senjata bidik, apalagi senapan ini juga tergolong sebagai senapan serbu.

Sejumlah langkah pun harus dilakukan untuk menghasilkan SS-2 yang lebih sempurna untuk lomba menembak. Setelah dilakukan penyempurnaan, uji coba tahap kedua kembali dilaksanakan pada bulan Agustus 2004 dengan hasil cukup memuaskan ketika digunakan untuk menembak pada jarak 500 meter. Namun Mayjen Damiri masih merasa belum puas dan memberikan 11 masukan untuk segera dilakukan koreksi.

Atas masukan tersebut, tim khusus pembuat SS-2 PT Pindad kembali bekerja keras untuk melakukan penyempurnaan. Salah satunya adalah dengan menggunakan pegas dan konstruksi gigi baru yang lebih tebal. uji coba tembak SS2 V4 yang sudah disempurnakan pun dilaksanakan di lapangan tembak yang berlokasi di Lapangan Tembak Batujajar, pada bulan Oktober 2004 dan hasilnya ternyata memuaskan. Tim penembak TNI pun berangkat ke ajang lomba tembak yang berlangsung di Brunei pada tahun 2005 dengan penuh percaya diri karena berbekal SS-2 V4 yang telah disempurnakan.

Hasil kerja keras tim SS-2 Pindad selama hampir tiga tahun ternyata membuahkan hasil yang sangat memuaskan. pasalnya, dengan menggunakan SS-2 V2 HB, penembak TNI, Sertu Habdi, berhasil memenangkan lomba menembak dan membawa pulang medali emas di AARM 15/2005. Sementara itu, pada ajang BISAM 2005, regu tembak TNI yang menggunakan senapan SS-2 V4 HB, yang sudah dilengkapi alat bidik CQ/T pembesaran 1-3 x 14mm, berhasil tampil sebagai juara umum dengan raihan tujuh emas dan medali perak. Kejuaraan yang didominasi oleh tim TNI itu jelas menimbulkan kegemparan sekaligus kekaguman dan senapan SS-2 V4 HB pun menjadi senapan yang paling dibicarakan. Atas keberhasilan tersebut, tim menembak TNI untuk pertam kalinya bisa membawa pulang Sultan Brunei Darussalam.

Atas keberhasilannya mengembangkan, mendesain dan memproduksi SS-2, yang tidak kalah dibandingkan dengan kualitas senapan sejenis dari negara-negara lain, Budi Santosa kemudian dianugerahi penghargaan Satya Lencana Pembangunan, yang diberikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada bulan Desember 2006.

Anugerah juga diberikan kepada tim penembak Indonesia, setelah pada lomba tembak AARM XVI/2006 yang berlangsung di Hanoi, Vietnam, bulan Novembar-Desember 2006, tim dari TNI kembali meraih juara umum dengan menyabet 24 medali emas, 10 perak, dam dua perunggu. prestasi yang berhasil diukir oleh tim tembak TNI itu benar-benar terwujud berkat “kesaktian” senapan SS-2. (win)

Nah, Tentunya sekarang kita sudah mengetahui apa sebenarnya rahasia dari senapan SS-2 yang menjadi andalan TNI dalam setiap ajang Kejuaraan menembak baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain tentu saja kualitas individu prajurit baik jasmani dan rohani yang terus-menerus dilatih dan ditingkatkan kemampuannya, kualitas senapan yang menjadi alat vital pendukung individual prajurit dalam setiap operasi peperangan dan operasi selain perang serta dimasa damai, seperti saat mengikuti kejuaraan menembak ini menjadi hal yang sangat penting untuk terus-menerus dikembangkan sesuai yang diperlukan TNI sebagai operator. Semoga informasi yang dapat penulis sampai ini dapat bermanfaat dan Bravo untuk TNI, selalu siaga dalam profesionalitas dan menjunjung tinggi Sapta Marga serta Sumpah Prajurit, Komando!

Sumber :

Korelasi Kedaulatan, Angkatan Bersenjata dan Sistem Persenjataan

Indonesia_2002_CIA_map

Sumber : Google.com

Menjaga dan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Begitulah kira-kira bunyi dari doktrin dasar Tentara Nasional Indonesia sebagai sebuah angkatan bersenjata yang menjadi benteng pertahanan terdepan dan terakhir Republik Indonesia. Makna kedaulatan dalam sebuah aspek kenegaraan tentunya tidak hanya mencakup kedaulatan wilayah negera tersebut, tetapi ada beberapa aspek lain dalam suatu Negara yang tidak akan bisa dipisahkan dan menjadi prioritas utama untuk di pertahankan sehingga menjadi sebuah kedaulatan yang kompleks dan utuh. Menarik di sini jika kita melihat letak wilayah Indonesia secara geografis yang sangat luas dan strategis. Poin wilayah Indonesia yang sangat luas menjadi sangat kompleks dengan tugas dan tanggung jawab TNI menjaga wilayah fisik tropis kepulauan yang luas dengan pola kontur bumi yang beragam serta mencakup tiga matra yaitu darat, laut dan udara. Sementara letaknya yang strategis menjadi kartu penting bahwa Indonesia menjadi wilayah yang “ramai”. Sebab, Indonesia berdampingan dengan beberapa Negara tetangga ditambah dengan potensi “kepentingan” politik dari pihak-pihak yang berada di sekitarnya. Terkadang diantara “keramaian” tersebut ada kepentingan yang menjadi sebuah pemantik konflik yang mengganggu ketentraman penghuni di sekitarnya.

Dengan wilayah yang berupa kepulauan strategis dengan segala potensi alam dan manusianya, Indonesia menjadi sama halnya seperti sebotol madu segar yang dikelilingi oleh kawanan “semut budak” yang sangat membutuhkan setiap tetes madu manis untuk di berikan kepada “sang Ratu”. Disinilah letak kewajiban TNI yang dapat digambarkan sebagai sebuah tutup botol yang harus selalu siaga menutup dan menjaga madu manis di dalam botol.

Kopassus

Sumber : Google.com

Melihat prespektif seperti itu, tentunya TNI sebagai lembaga militer dan alat pertahanan kedaulatan Negara, dihadapkan oleh tugas pokok dan fungsi yang kompleks serta sangat menuntut profesionalitas dan konsistensi setiap prajuritnya sebagai abdi Negara yang senantiasa siap sedia untuk “pasang badan” untuk negaranya jika setiap usaha diplomasi sudah tidak dapat dilakukan lagi. Sehingga kualitas mental dan fisik prajurit menjadi hal yang penting. Tidak lupa pula untuk selalu melakukan evaluasi dan pembaruan (upgrading) insting dan kemampuan berperang prajurit dengan strategi geopolitik sesuai situasi dan potensi konflik di kawasan. Namun, yang tidak kalah pentingnya juga ketersediaan dan kesiapan Alat Utama Sistem Persenjataan atau Alutsista sebagai pendamping utama untuk melengkapi kemampuan prajurit. Karena sebagai sebuah angkatan bersenjata, sudah sejatinya jika para prajurit TNI di darat, laut dan udara harus dilengkapi dengan senjata-senjata yang mendukung pelaksanaan setiap operasi perang maupun operasi selain perang.

Selain itu, jika kita melihat perkembangan situasi global saat ini, ketersediaan Alutsista yang berteknologi canggih dan sudah teruji dalam medan perang yang sebenarnya (battle proven) akan memberikan efek gentar (detterent effect) untuk setidaknya berpikir dua kali bagi negara-negara di sekitar Indonesia yang ingin sekedar “bermain-main tanpa izin di halaman rumah” NKRI. Bahkan, efek gentar dari sistem persenjataan yang tangguh dan ideal sudah dibuktikan dari peristiwa sejarah operasi Trikora pada periode tahun 1961-1963. Masih ingat dibenak kita saat presiden soekarno memainkan manuver politik yang apik untuk mengusir belanda dari tanah Papua. Saat itu Indonesia sebagai sebuah Negara yang baru seumur jagung merdeka dan hanya memiliki angkatan bersenjata bekas perang kemerdekaan dengan senjata hasil sitaan dan yang ditinggalkan jepang dan belanda sewaktu masih menjajah Indonesia. Namun, Indonesia yang saat itu sedang bersekutu dengan Uni Soviet, mendapat lusinan pasokan senjata yang besar dan langsung memutar-balikan keadaan. Belanda menjadi berpikir dua kali untuk melawan Indonesia yang dahulu dikenalnya hanya sebatas bangsa pekerja rodi. Pelajaran yang dapat kita ambil dari sejarah tersebut adalah bahwa ketersediaan Alutsista yang ideal dalam sebuah angkatan bersenjata Negara dapat menjadi alat diplomasi dan mempunyai nilai tawar yang menguntungkan Negara tersebut terhadap setiap ancaman dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

teknologi-militer-indonesia

Sumber : Google.com

Kini, 69 tahun sudah Indonesia merdeka secara de facto dan de jure serta menjadi bangsa yang besar dengan segala potensinya. Pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai bidang telah mendorong kemajuan dan kemandiriannya untuk membangun Ibu Pertiwi seperti yang telah di cita-citakan para pendiri Negara ini. Mulai terlihat pula giat dan usaha pemerintah lewat kementerian pertahanan untuk memodernisasi sistem pertahanan dan persenjataan TNI yang sempat terlilit dampak embargo senjata dan krisis moneter. Lewat program kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Minimum Essential Force (MEF) untuk pembangunan dan modernisasi Alutsista berserta teknologinya. Hingga saat ini, MEF sudah memasuki Rencana Strategis (Renstra) tahap III (2015-2019) , dimana pada renstra tahap II (2010-2014) telah mencapai 38 % dari nilai target MEF. Artinya modernisasi Alutsista pada Renstra tahap II sudah terealisasi. Beberapa Alutsista hasil kebijakan ini sudah ada yang masuk ke dalam inventaris TNI dan beberapa juga masih dalam proses perakitan.

Selain itu, masa depan dari industri pertahanan dalam negeri juga mulai di perhatikan. Hal ini terbukti dari pengesahan RUU industri pertahanan pada tahun 2012 untuk mendorong semangat pada pelaku industri pertahanan dalam negeri untuk melakukan riset dan pengembangan teknologi persenjataan sesuai dengan kebutuhan TNI dan memprioritaskan pembelian Alutsista buatan putra-putri Indonesia. Selain itu, salah satu pasal dari UU tentang indrustri pertahanan juga mewajibkan adanya transfer of technology (ToT) dari setiap pembelian Alutsista secara impor sehingga industri pertahanan lokal dapat bersaing dan nantinya kemandirian dalam penyediaan sistem pertahanan TNI dapat di penuhi oleh produk-produk dalam negeri yang lebih bermutu dan terjamin kerahasiaannya.

Prajurit TNI melakukan persiapan pasukan pada  pada upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-69 Tentara Nasional Indonesia (TNI) di lapangan Hiraq

Sumber : Google.com

Seperti sebuah pepatah yang mengatakan “apa yang kau tanam, itulah yang akan kau petik.” Pepatah tersebut kiranya dapat sedikit menggambarkan progress yang saat ini telah berlangsung dari pembangunan dan pengembangan Alutsista dan kemampuan individual prajurit TNI dalam meningkatkan profesionalitas dan kualitas sebuah angkatan bersenjata Negara yang berdaulat. TIdak lupa pula diiringi dengan peningkatan mutu kesejahteraan prajurit. Dengan kemandirian yang saat ini dibangun, akan dapat di petik hasilnya kelak dan upaya untuk terus menjaga profesionalitas dan kualitas tersebut akan berguna di masa damai untuk menimbulkan nilai tawar dan efek gentar di kawasan serta ketika disaat berperang dapat melindungi segenap aset dan potensi Negara dengan mobilitas yang tinggi dan strategi yang terintegrasi. Seperti yang pernah dituliskan oleh Flavius Vegetius Renatus, “adagium si vis pacem para bellum. “Jika kau menginginkan perdamaian, persiapkan kemungkinan untuk berperang.”

Sumber : Berbagai bahan bacaan

Arah kebijakan politik-militer Indonesia dan kaitannya dengan pengadaan persenjataan TNI AU (Bagian 1)

1394983313328

Pertemuan pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) era Orde Lama. (google)

Pada rezim Orde Lama, pengaruh politis komunis yang sangat kuat menjadi tanda keeratan hubungan antara Indonesia dengan Negara-negara penganut faham yang dibawa oleh Karl Marx, khususnya Uni Soviet. Pengaruh faham komunis di Indonesia tidak lain dan tidak bukan dibawa oleh Organisasi Partai komunis Indonesia (PKI). Keberhasilan PKI dalam penyebaran faham tersebut menjadi sangat mudah karena banyak petinggi PKI yang menjadi teman dekat Presiden Soekarno pada saat itu. Sehingga mempengaruhi arah kebijakan-kebijakan Rezim Orde Lama yang sarat akan “sentuhan” faham komunis. Beberapa kebijakan politik luar negeri yang dilakukan oleh Presiden Soekarno , misalnya penyampaian pandangan politik dunia yang berlawanan dengan barat, yaitu OLDEFO (Old Established Forces) dan NEFO (New Emerging Forces) serta pembentukan poros Jakarta-Peking. Selain itu, salah satu kebijakan yang juga condong keaarah Blok Timur ialah kebijakan-kebijakan militer dalam hal pengadaan senjata. Dalam hal ini, Uni Soviet dan China yang menjadi pemain utama sebagai pemasok sistem persenjataan TNI pada masa itu. Senjata-senjata tersebut digunakan TNI untuk menumpas pemberentok-pemberentok separatis yang bermunculan akibat kondisi regional yang tak kunjung stabil pasca kemerdekaan dan mengancam kedaulatan Negara.

Soekarno1.jpg1-464x272

Gambar presiden Ir. Soekarno bersanding dengan tokoh-tokoh komunis terkenal. (google)

Di antaranya, pada awal tahun 1958, AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) atau yang saat ini kita kenal dengan TNI AU, melakukan Operasi penumpasan RMS di Maluku dan Permesta di Sulawesi Utara dengan melibatkan empat MIG-17 yang dikirim dari China melalui lisensi Uni Soviet sebanyak 12 buah. Pada 19 Desember 1961, Operasi Trikora dikumandangkan oleh Presiden Soekarno untuk merebut kembali wilayah Papua Barat yang saat itu masih dikuasai oleh Belanda. Untuk memenuhi kebutuhan peralatan tempur yang akan digunakan dalam operasi tersebut, Indonesia mengirimkan sebuah tim yang dipimpin Jenderal A.H. Nasution untuk melobi pemerintah Uni Soviet guna mendatangkan berbagai macam peralatan tempur. Khususnya dari matra udara yang mendapatkan porsi persenjataan yang lebih garang. Tercatat bahwa dalam periode 1960-an Indonesia memiliki 26 pembom Tu-16 yang amat ditakuti oleh barat serta segerombolan pesawat tempur MiG-15 UTI, MiG-17, MiG-19, MiG 21 dan lusinan pesawat angkut militer serta helikopter militer dari Negara-negera Poros Kiri. Ditengah kondisi perekonomian yang carut-marut dan kondisi politik pemerintahan yang terus mengalami pergantian kabinet, AURI berhasil mendapatkan berbagai macam persenjataan tersebut. Meskipun faktanya tidak pernah terjadi perang secara terbuka, kelengkapan sistem persenjataan AURI pada saat itu akhirnya dapat digunakan sebagai alat diplomasi dengan Amerika Serikat dan Belanda untuk merundingkan pembebasan Papua Barat.

au9_0006

Mig-15 UTI AURI. (google)

tni-au-auri-mig-17a

Mig-17 Fresco AURI. (google)

mig_19_AURI

Mig-19 Farmer AURI. (google)

mig21of7

Mig-21 Fishbed AURI.(google)

tu-16-wikimedia-org

Tu-16 Badger AURI sedang menembakkan rudal anti kapal AS-1 Kennel. (google)

Pengaruh komunisme yang sangat terasa pada saat Orde Lama menimbulkan kekhawatiran pihak-pihak yang tidak menginginkan berkembangnya faham tersebut di wilayah Asia Tenggara dan berdirinya Indonesia dengan faham komunis. Dibalik keberhasilan Indonesia mengusir Belanda dari tanah Papua Barat, Amerika Serikat menaruh peranan yang sangat penting. Khususnya dalam mempengaruhi Belanda untuk mengurungkan niatnya melawan militer Indonesia. Sebab, Amerika Serikat lebih ingin agar Jakarta tidak benar-benar tenggelam dalam pengaruh komunis soviet, jika perang benar-benar terjadi dan dimenangkan oleh Indonesia (John F. Kennedy).

Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin memudarkan pengaruh komunis serta semakin gencarnya pihak barat dalam memainkan manuvernya untuk meredam pengaruh komunis di wilayah Asia tenggara. Ditandai dengan berdirinya Negara-negara persemakmuran inggris dikawasan Asia Tenggara yang membawa pengaruh monarki-kapitalisme. Pecahnya peristiwa Gerakan 30 september 1965 yang biasa kita sebut dengan G 30 S PKI, memudarnya karisma Soekarno dan terbitnya Surat Perintah 11 maret atau Supersemar, hingga lahirnya seorang pemimpin baru dari kalangan militer yang membawa pengaruh barat yang kapitalis, Soeharto. Menandakan akhir dari hegemoni komunisme secara politis di Indonesia.

Memasuki periode 1970-an, arah kebijakan pemerintahan Indonesia tidak lagi berhaluan pada Negara-negara Poros Kiri. Terutama karena pada masa kepemimpinan presiden soeharto, arah pandangan politik Indonesia lebih condong ke arah Negara-negara Blok Barat. Sayangnya dampak putusan politik, menyebabkan kekuatan angkatan bersenjata yang begitu modern dan kuat terpaksa “dikandangkan” pada tahun 1966, bersamaan dengan perubahan kebijakan tentang pengadaan sistem pertahanan, khususnya pengadaan pesawat militer AURI. Pesawat-pesawat tempur dan pembom yang kebanyakan dibeli dari negera-negara poros kiri tersebut seolah tidak memiliki “taring”lagi. Karena kurangnya suku cadang dan kurang harmonisnya hubungan Indonesia dengan Negara-negara pemasok senjata tersebut sebagai imbas dari peristiwa G 30 S PKI yang sekaligus mengubah arah hubungan politis Indonesia. Namun, harmonisnya hubungan politik luar negeri Indonesia dengan Negara-negara Blok Barat telah berimbas pula pada pengadaan senjata TNI AU yang saat itu sedang dalam masa paceklik. Lewat bantuan Blok Barat, TNI AU perlahan-lahan mendapatkan kekuatannya kembali dari lewat program-program operasi yang berkaitan dengan pengadaan pesawat tempur. Dalam hal ini Amerika Serikat lewat program Defense Liaison Group (DLS) memberikan bantuan kekuatan udara. Dari Amerika Serikat didapat beberapa jenis pesawat tempur termasuk 16 unit pesawat T-33A T-birds yang dihibahkan dari Filipina dan datang di Indonesia pada awal tahun 1973. Bersamaan dengannya, melalui program Garuda bangkit pada 9 April 1973, Indonesia mendapat hibah pesawat tempur F-86 sabre dari Australia dan TUDM (Tentera Udara Diraja Malaysia). Selain itu Indonesia juga membeli sebanyak 16 pesawat OV-10F Bronco, dari pabrikan Rockwell, Amerika. Pesawat ini datang menjelang akhir tahun 1976.

101

T-33A Thunderbird AURI.(google)

sabre

F-86 Sabre AURI. (google)

bronco1

OV-10F Bronco AURI.(google)

to be continue..:)

Arah kebijakan politik-militer Indonesia dan kaitannya dengan pengadaan persenjataan TNI AU (Bagian 2)

Memasuki periode antara 1980-1990-an, keharmonisan hubungan Internasional Indonesia dengan Negara-negara Blok Barat semakin “intim”. Mulai dari hubungan Perekonomian yang mendorong pembanguan infrasrtuktur yang semakin gencar dilakukan dan pengembangan pada sektor Pertanian yang membuat Indonesia dijuluki sebagai “Macan Asia” karena kemandirian dan juga tingkat eksportir komoditas hasil pertanian yang besar. Begitu pula tentang pengadaan sistem persenjataan TNI AU yang masih membutuhkan penempur-penempur baru yang lebih “bertaring”. Pada periode Mei 1980 hingga akhir 1990-an, tercatat bahwa TNI AU telah memiliki pesawat tempur berbagai jenis yang berasal dari bantuan hibah dan pembelian secara mandiri. Pada awal tahun 1980 inilah secara hampir bersamaan, banyak pesawat militer yang berdatangan dan menjadi inventaris TNI AU. Seperti lewat Operasi Alpha yang digelar pada juni 1979 dan terwadahi dalam paket program Elang Siaga-II/79, pada Mei 1980 , sebanyak 31 unit pesawat A-4E dan 2 unit pesawat TA-4H skyhawk dibeli dan mulai di kirim dari Israel menuju Indonesia menggunakan kapal laut secara rahasia yang berlangsung selama 21 bulan dan berakhir pada 31 Agustus 1982. Bersamaan dengan itu, pada April-Juli 1980, TNI AU telah menerima pengiriman sebanyak unit pesawat F-5 E/F Tiger yang dibeli secara brand new dari pabrik Northrop Co, Amerika Serikat dan sebanyak 20 pesawat Hawk MK-53 yang dibeli dari pabrik British Aerospace, Inggris yang pertama kali datang pada September 1980. Sementara itu menjelang akhir 1980 hingga awal 1990, atas penandatangan kontrak pada Operasi Bima Sena antara TNI AU dan USAF, TNI AU menerima sebanyak 12 unit pesawat F-16 A/B Fighting Falcon Block 15 dari tiga kali penerbangan ferry oleh pilot TNI AU yang berlangsung antara November 1989 hingga April 1990.

2mxl51

Deretan A-4E Skyhawk TNI AU. Sumber : Google.com

6221121_20140617090123

Hawk MK-53 dan Hawk 109/209 TNI AU. Sumber : Google.com

F-5 E/F Tiger II TNI AU.

F-5 E/F Tiger II TNI AU. Sumber : Google.com

1

F-16 A/B Fighting Falcon Block 15 TNI AU. Sumber : Google.com

Memasuki pertengahan 1990 hingga menjelang masa akhir dari 32 tahun kepemimpinan Presiden Soeharto yang menerapkan politik kapitalis-absolut yang sarat dengan KKN di kalangan pejabat pemerintahannya. TNI AU semakin mengalami penurunan kekuatan akibat imbas dari kondisi politik yang semakin runyam, ditambah krisis moneter yang sedang di hadapi Indonesia kala itu. Di penghujung dasawarsa 1990-an TNI AU hanya memiliki OV-10F Bronco, A-4 Skyhawk dan F-5 E/F Tiger II, serta F-16 Fighting Falcon. Hampir semua pesawat tersebut adalah produk bekas dan artinya kondisinya sangat buruk serta jam terbangnya sudah akan habis. Bahkan, beberapa pesawat sudah harus di grounded dari masa dinasnya akibat embargo suku cadang oleh Amerika Serikat dan Inggris terkait tuduhan pelanggaran HAM dalam pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) dalam konflik GAM di aceh. sementara itu, tugas TNI AU semakin kompleks dalam menjaga wilayah udara Indonesia karena pasca lepasnya Timor Timur dari Indonesia, banyak pelanggaran penerbangan gelap yang dilakukan pihak asing di wilayah udara Indonesia.

Kini, pasca berjalannya Era Reformasi, politik di Indonesia Tidak lagi berada dibawah dominasi Blok Barat atau Blok Timur. Dari masa Orde lama dan Orde baru, bangsa ini telah sadar bahwa untuk membangun bangsa yang majemuk ini harus tetap berhaluan pada Pancasila sebagai ideologi Negara dan UUD 1945 sebagai landasan hukum yang fundamental. Sehingga secara mandiri bangsa ini bisa menentukan masa depannya sendiri tanpa intervensi dari pihak asing dan atas kepentingan pemimpinnya sendiri. Pada tahun 2005, Amerika Serikat dan Inggris secara perlahan mencabut embargo militernya kepada Indonesia. Setelah pada tahun 2003 indonesia mulai berpaling kepada Rusia dengan membeli sebanyak masing-masing 8 unit pesawat Flankers Su-27 SKM dan Su-30 MK2, dan 12 unit helikopter serbu Mi-35. Selain itu, TNI juga telah membeli peralatan tempur dari berbagai matra yang berasal dari Rusia. Diantaranya helikopter angkut Mi-17 dan tank Amfibi BMP-3F. Atas kebijakan yang dilakukan pemerintah kala itu, peluang TNI, Khususnya TNI AU untuk memodernisasi sistem persenjataannya semakin terbuka lebar. Kini pengadaan senjata di masa Reformasi tidak lagi hanya sekedar pertimbangan politis semata saja, melainkan juga atas pertimbangan akan kebutuhan yang menjadi penunjang dalam penjaga keamanan dan pertahanan nasional. Tidak ada lagi supremasi Blok TImur atau Blok Barat. Melainkan siapa yang bisa menyediakan apa yang sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, Netralitas TNI juga menjadi peranan penting, karena tidak akan ada lagi kepentingan Politik di lingkungan TNI seperti Dwi-fungsi yang sempat berlaku di era Orde Baru.

Exercise Pitch Black 2012

Su-27/30 Flankers TNI AU dengan F/A-18 Hornet RAAF saat Pitch Black 2012. (google)

Modersisasi-TNI-AU

Modernisasi Alutsista TNI AU.(google)

Di masa Demokrasi Pancasila ini, Indonesia mulai bangkit dengan setiap pembenahan dalam segala aspek, seperti pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik, sistem politik dan demokrasi yang semakin transparan dan penegakan hukum terutama untuk para pelaku korupsi yang semakin ditegakkan. Kemandirian dalam hal teknologi juga semakin di galakkan di berbagai bidang. Seperti kewajiban transfer teknologi dalam setiap pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan atau Alutsista di bidang militer, agar kita tidak selalu bergantung pada teknologi asing dan merasa bingung ketika minimnya suku cadang akibat embargo atau krisis ekonomi. Tetapi juga bisa memproduksi secara mandiri, bahkan dapat membangun sistem persenjataan sendiri sesuai dengan kebutuhan TNI dimasa kini dan masa mendatang.

Sumber

  • Majalah Angkasa Edisi Koleksi No.72, Tahun 2011. “Pesawat Kombatan TNI AU”. PT Mediarona Dirgantara.
  • Majalah Angkasa Edisi Koleksi No. 73, Tahun 2011. “Operasi Udara Trikora”. PT Mediarona Dirgantara
  • Prambudi, A. 2011. “Fakta dan Rekayasa G30S Menurut Kesaksian Para Pelaku”. Yogyakarta. MedPress.