MilitaryAddictBlog

"berisi tulisan-tulisan tentang informasi yang berkaitan tentang fakta, analisa dan fenomena tentang sejarah dan militer. melawan lupa teruntuk peristiwa yang pernah singgah di setiap riak langkah kehidupan manusia"

Korelasi Kedaulatan, Angkatan Bersenjata dan Sistem Persenjataan

Indonesia_2002_CIA_map

Sumber : Google.com

Menjaga dan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Begitulah kira-kira bunyi dari doktrin dasar Tentara Nasional Indonesia sebagai sebuah angkatan bersenjata yang menjadi benteng pertahanan terdepan dan terakhir Republik Indonesia. Makna kedaulatan dalam sebuah aspek kenegaraan tentunya tidak hanya mencakup kedaulatan wilayah negera tersebut, tetapi ada beberapa aspek lain dalam suatu Negara yang tidak akan bisa dipisahkan dan menjadi prioritas utama untuk di pertahankan sehingga menjadi sebuah kedaulatan yang kompleks dan utuh. Menarik di sini jika kita melihat letak wilayah Indonesia secara geografis yang sangat luas dan strategis. Poin wilayah Indonesia yang sangat luas menjadi sangat kompleks dengan tugas dan tanggung jawab TNI menjaga wilayah fisik tropis kepulauan yang luas dengan pola kontur bumi yang beragam serta mencakup tiga matra yaitu darat, laut dan udara. Sementara letaknya yang strategis menjadi kartu penting bahwa Indonesia menjadi wilayah yang “ramai”. Sebab, Indonesia berdampingan dengan beberapa Negara tetangga ditambah dengan potensi “kepentingan” politik dari pihak-pihak yang berada di sekitarnya. Terkadang diantara “keramaian” tersebut ada kepentingan yang menjadi sebuah pemantik konflik yang mengganggu ketentraman penghuni di sekitarnya.

Dengan wilayah yang berupa kepulauan strategis dengan segala potensi alam dan manusianya, Indonesia menjadi sama halnya seperti sebotol madu segar yang dikelilingi oleh kawanan “semut budak” yang sangat membutuhkan setiap tetes madu manis untuk di berikan kepada “sang Ratu”. Disinilah letak kewajiban TNI yang dapat digambarkan sebagai sebuah tutup botol yang harus selalu siaga menutup dan menjaga madu manis di dalam botol.

Kopassus

Sumber : Google.com

Melihat prespektif seperti itu, tentunya TNI sebagai lembaga militer dan alat pertahanan kedaulatan Negara, dihadapkan oleh tugas pokok dan fungsi yang kompleks serta sangat menuntut profesionalitas dan konsistensi setiap prajuritnya sebagai abdi Negara yang senantiasa siap sedia untuk “pasang badan” untuk negaranya jika setiap usaha diplomasi sudah tidak dapat dilakukan lagi. Sehingga kualitas mental dan fisik prajurit menjadi hal yang penting. Tidak lupa pula untuk selalu melakukan evaluasi dan pembaruan (upgrading) insting dan kemampuan berperang prajurit dengan strategi geopolitik sesuai situasi dan potensi konflik di kawasan. Namun, yang tidak kalah pentingnya juga ketersediaan dan kesiapan Alat Utama Sistem Persenjataan atau Alutsista sebagai pendamping utama untuk melengkapi kemampuan prajurit. Karena sebagai sebuah angkatan bersenjata, sudah sejatinya jika para prajurit TNI di darat, laut dan udara harus dilengkapi dengan senjata-senjata yang mendukung pelaksanaan setiap operasi perang maupun operasi selain perang.

Selain itu, jika kita melihat perkembangan situasi global saat ini, ketersediaan Alutsista yang berteknologi canggih dan sudah teruji dalam medan perang yang sebenarnya (battle proven) akan memberikan efek gentar (detterent effect) untuk setidaknya berpikir dua kali bagi negara-negara di sekitar Indonesia yang ingin sekedar “bermain-main tanpa izin di halaman rumah” NKRI. Bahkan, efek gentar dari sistem persenjataan yang tangguh dan ideal sudah dibuktikan dari peristiwa sejarah operasi Trikora pada periode tahun 1961-1963. Masih ingat dibenak kita saat presiden soekarno memainkan manuver politik yang apik untuk mengusir belanda dari tanah Papua. Saat itu Indonesia sebagai sebuah Negara yang baru seumur jagung merdeka dan hanya memiliki angkatan bersenjata bekas perang kemerdekaan dengan senjata hasil sitaan dan yang ditinggalkan jepang dan belanda sewaktu masih menjajah Indonesia. Namun, Indonesia yang saat itu sedang bersekutu dengan Uni Soviet, mendapat lusinan pasokan senjata yang besar dan langsung memutar-balikan keadaan. Belanda menjadi berpikir dua kali untuk melawan Indonesia yang dahulu dikenalnya hanya sebatas bangsa pekerja rodi. Pelajaran yang dapat kita ambil dari sejarah tersebut adalah bahwa ketersediaan Alutsista yang ideal dalam sebuah angkatan bersenjata Negara dapat menjadi alat diplomasi dan mempunyai nilai tawar yang menguntungkan Negara tersebut terhadap setiap ancaman dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

teknologi-militer-indonesia

Sumber : Google.com

Kini, 69 tahun sudah Indonesia merdeka secara de facto dan de jure serta menjadi bangsa yang besar dengan segala potensinya. Pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai bidang telah mendorong kemajuan dan kemandiriannya untuk membangun Ibu Pertiwi seperti yang telah di cita-citakan para pendiri Negara ini. Mulai terlihat pula giat dan usaha pemerintah lewat kementerian pertahanan untuk memodernisasi sistem pertahanan dan persenjataan TNI yang sempat terlilit dampak embargo senjata dan krisis moneter. Lewat program kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Minimum Essential Force (MEF) untuk pembangunan dan modernisasi Alutsista berserta teknologinya. Hingga saat ini, MEF sudah memasuki Rencana Strategis (Renstra) tahap III (2015-2019) , dimana pada renstra tahap II (2010-2014) telah mencapai 38 % dari nilai target MEF. Artinya modernisasi Alutsista pada Renstra tahap II sudah terealisasi. Beberapa Alutsista hasil kebijakan ini sudah ada yang masuk ke dalam inventaris TNI dan beberapa juga masih dalam proses perakitan.

Selain itu, masa depan dari industri pertahanan dalam negeri juga mulai di perhatikan. Hal ini terbukti dari pengesahan RUU industri pertahanan pada tahun 2012 untuk mendorong semangat pada pelaku industri pertahanan dalam negeri untuk melakukan riset dan pengembangan teknologi persenjataan sesuai dengan kebutuhan TNI dan memprioritaskan pembelian Alutsista buatan putra-putri Indonesia. Selain itu, salah satu pasal dari UU tentang indrustri pertahanan juga mewajibkan adanya transfer of technology (ToT) dari setiap pembelian Alutsista secara impor sehingga industri pertahanan lokal dapat bersaing dan nantinya kemandirian dalam penyediaan sistem pertahanan TNI dapat di penuhi oleh produk-produk dalam negeri yang lebih bermutu dan terjamin kerahasiaannya.

Prajurit TNI melakukan persiapan pasukan pada  pada upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-69 Tentara Nasional Indonesia (TNI) di lapangan Hiraq

Sumber : Google.com

Seperti sebuah pepatah yang mengatakan “apa yang kau tanam, itulah yang akan kau petik.” Pepatah tersebut kiranya dapat sedikit menggambarkan progress yang saat ini telah berlangsung dari pembangunan dan pengembangan Alutsista dan kemampuan individual prajurit TNI dalam meningkatkan profesionalitas dan kualitas sebuah angkatan bersenjata Negara yang berdaulat. TIdak lupa pula diiringi dengan peningkatan mutu kesejahteraan prajurit. Dengan kemandirian yang saat ini dibangun, akan dapat di petik hasilnya kelak dan upaya untuk terus menjaga profesionalitas dan kualitas tersebut akan berguna di masa damai untuk menimbulkan nilai tawar dan efek gentar di kawasan serta ketika disaat berperang dapat melindungi segenap aset dan potensi Negara dengan mobilitas yang tinggi dan strategi yang terintegrasi. Seperti yang pernah dituliskan oleh Flavius Vegetius Renatus, “adagium si vis pacem para bellum. “Jika kau menginginkan perdamaian, persiapkan kemungkinan untuk berperang.”

Sumber : Berbagai bahan bacaan

Tinggalkan komentar