MilitaryAddictBlog

"berisi tulisan-tulisan tentang informasi yang berkaitan tentang fakta, analisa dan fenomena tentang sejarah dan militer. melawan lupa teruntuk peristiwa yang pernah singgah di setiap riak langkah kehidupan manusia"

Monthly Archives: Januari 2015

Arah kebijakan politik-militer Indonesia dan kaitannya dengan pengadaan persenjataan TNI AU (Bagian 1)

1394983313328

Pertemuan pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) era Orde Lama. (google)

Pada rezim Orde Lama, pengaruh politis komunis yang sangat kuat menjadi tanda keeratan hubungan antara Indonesia dengan Negara-negara penganut faham yang dibawa oleh Karl Marx, khususnya Uni Soviet. Pengaruh faham komunis di Indonesia tidak lain dan tidak bukan dibawa oleh Organisasi Partai komunis Indonesia (PKI). Keberhasilan PKI dalam penyebaran faham tersebut menjadi sangat mudah karena banyak petinggi PKI yang menjadi teman dekat Presiden Soekarno pada saat itu. Sehingga mempengaruhi arah kebijakan-kebijakan Rezim Orde Lama yang sarat akan “sentuhan” faham komunis. Beberapa kebijakan politik luar negeri yang dilakukan oleh Presiden Soekarno , misalnya penyampaian pandangan politik dunia yang berlawanan dengan barat, yaitu OLDEFO (Old Established Forces) dan NEFO (New Emerging Forces) serta pembentukan poros Jakarta-Peking. Selain itu, salah satu kebijakan yang juga condong keaarah Blok Timur ialah kebijakan-kebijakan militer dalam hal pengadaan senjata. Dalam hal ini, Uni Soviet dan China yang menjadi pemain utama sebagai pemasok sistem persenjataan TNI pada masa itu. Senjata-senjata tersebut digunakan TNI untuk menumpas pemberentok-pemberentok separatis yang bermunculan akibat kondisi regional yang tak kunjung stabil pasca kemerdekaan dan mengancam kedaulatan Negara.

Soekarno1.jpg1-464x272

Gambar presiden Ir. Soekarno bersanding dengan tokoh-tokoh komunis terkenal. (google)

Di antaranya, pada awal tahun 1958, AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) atau yang saat ini kita kenal dengan TNI AU, melakukan Operasi penumpasan RMS di Maluku dan Permesta di Sulawesi Utara dengan melibatkan empat MIG-17 yang dikirim dari China melalui lisensi Uni Soviet sebanyak 12 buah. Pada 19 Desember 1961, Operasi Trikora dikumandangkan oleh Presiden Soekarno untuk merebut kembali wilayah Papua Barat yang saat itu masih dikuasai oleh Belanda. Untuk memenuhi kebutuhan peralatan tempur yang akan digunakan dalam operasi tersebut, Indonesia mengirimkan sebuah tim yang dipimpin Jenderal A.H. Nasution untuk melobi pemerintah Uni Soviet guna mendatangkan berbagai macam peralatan tempur. Khususnya dari matra udara yang mendapatkan porsi persenjataan yang lebih garang. Tercatat bahwa dalam periode 1960-an Indonesia memiliki 26 pembom Tu-16 yang amat ditakuti oleh barat serta segerombolan pesawat tempur MiG-15 UTI, MiG-17, MiG-19, MiG 21 dan lusinan pesawat angkut militer serta helikopter militer dari Negara-negera Poros Kiri. Ditengah kondisi perekonomian yang carut-marut dan kondisi politik pemerintahan yang terus mengalami pergantian kabinet, AURI berhasil mendapatkan berbagai macam persenjataan tersebut. Meskipun faktanya tidak pernah terjadi perang secara terbuka, kelengkapan sistem persenjataan AURI pada saat itu akhirnya dapat digunakan sebagai alat diplomasi dengan Amerika Serikat dan Belanda untuk merundingkan pembebasan Papua Barat.

au9_0006

Mig-15 UTI AURI. (google)

tni-au-auri-mig-17a

Mig-17 Fresco AURI. (google)

mig_19_AURI

Mig-19 Farmer AURI. (google)

mig21of7

Mig-21 Fishbed AURI.(google)

tu-16-wikimedia-org

Tu-16 Badger AURI sedang menembakkan rudal anti kapal AS-1 Kennel. (google)

Pengaruh komunisme yang sangat terasa pada saat Orde Lama menimbulkan kekhawatiran pihak-pihak yang tidak menginginkan berkembangnya faham tersebut di wilayah Asia Tenggara dan berdirinya Indonesia dengan faham komunis. Dibalik keberhasilan Indonesia mengusir Belanda dari tanah Papua Barat, Amerika Serikat menaruh peranan yang sangat penting. Khususnya dalam mempengaruhi Belanda untuk mengurungkan niatnya melawan militer Indonesia. Sebab, Amerika Serikat lebih ingin agar Jakarta tidak benar-benar tenggelam dalam pengaruh komunis soviet, jika perang benar-benar terjadi dan dimenangkan oleh Indonesia (John F. Kennedy).

Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin memudarkan pengaruh komunis serta semakin gencarnya pihak barat dalam memainkan manuvernya untuk meredam pengaruh komunis di wilayah Asia tenggara. Ditandai dengan berdirinya Negara-negara persemakmuran inggris dikawasan Asia Tenggara yang membawa pengaruh monarki-kapitalisme. Pecahnya peristiwa Gerakan 30 september 1965 yang biasa kita sebut dengan G 30 S PKI, memudarnya karisma Soekarno dan terbitnya Surat Perintah 11 maret atau Supersemar, hingga lahirnya seorang pemimpin baru dari kalangan militer yang membawa pengaruh barat yang kapitalis, Soeharto. Menandakan akhir dari hegemoni komunisme secara politis di Indonesia.

Memasuki periode 1970-an, arah kebijakan pemerintahan Indonesia tidak lagi berhaluan pada Negara-negara Poros Kiri. Terutama karena pada masa kepemimpinan presiden soeharto, arah pandangan politik Indonesia lebih condong ke arah Negara-negara Blok Barat. Sayangnya dampak putusan politik, menyebabkan kekuatan angkatan bersenjata yang begitu modern dan kuat terpaksa “dikandangkan” pada tahun 1966, bersamaan dengan perubahan kebijakan tentang pengadaan sistem pertahanan, khususnya pengadaan pesawat militer AURI. Pesawat-pesawat tempur dan pembom yang kebanyakan dibeli dari negera-negara poros kiri tersebut seolah tidak memiliki “taring”lagi. Karena kurangnya suku cadang dan kurang harmonisnya hubungan Indonesia dengan Negara-negara pemasok senjata tersebut sebagai imbas dari peristiwa G 30 S PKI yang sekaligus mengubah arah hubungan politis Indonesia. Namun, harmonisnya hubungan politik luar negeri Indonesia dengan Negara-negara Blok Barat telah berimbas pula pada pengadaan senjata TNI AU yang saat itu sedang dalam masa paceklik. Lewat bantuan Blok Barat, TNI AU perlahan-lahan mendapatkan kekuatannya kembali dari lewat program-program operasi yang berkaitan dengan pengadaan pesawat tempur. Dalam hal ini Amerika Serikat lewat program Defense Liaison Group (DLS) memberikan bantuan kekuatan udara. Dari Amerika Serikat didapat beberapa jenis pesawat tempur termasuk 16 unit pesawat T-33A T-birds yang dihibahkan dari Filipina dan datang di Indonesia pada awal tahun 1973. Bersamaan dengannya, melalui program Garuda bangkit pada 9 April 1973, Indonesia mendapat hibah pesawat tempur F-86 sabre dari Australia dan TUDM (Tentera Udara Diraja Malaysia). Selain itu Indonesia juga membeli sebanyak 16 pesawat OV-10F Bronco, dari pabrikan Rockwell, Amerika. Pesawat ini datang menjelang akhir tahun 1976.

101

T-33A Thunderbird AURI.(google)

sabre

F-86 Sabre AURI. (google)

bronco1

OV-10F Bronco AURI.(google)

to be continue..:)

Arah kebijakan politik-militer Indonesia dan kaitannya dengan pengadaan persenjataan TNI AU (Bagian 2)

Memasuki periode antara 1980-1990-an, keharmonisan hubungan Internasional Indonesia dengan Negara-negara Blok Barat semakin “intim”. Mulai dari hubungan Perekonomian yang mendorong pembanguan infrasrtuktur yang semakin gencar dilakukan dan pengembangan pada sektor Pertanian yang membuat Indonesia dijuluki sebagai “Macan Asia” karena kemandirian dan juga tingkat eksportir komoditas hasil pertanian yang besar. Begitu pula tentang pengadaan sistem persenjataan TNI AU yang masih membutuhkan penempur-penempur baru yang lebih “bertaring”. Pada periode Mei 1980 hingga akhir 1990-an, tercatat bahwa TNI AU telah memiliki pesawat tempur berbagai jenis yang berasal dari bantuan hibah dan pembelian secara mandiri. Pada awal tahun 1980 inilah secara hampir bersamaan, banyak pesawat militer yang berdatangan dan menjadi inventaris TNI AU. Seperti lewat Operasi Alpha yang digelar pada juni 1979 dan terwadahi dalam paket program Elang Siaga-II/79, pada Mei 1980 , sebanyak 31 unit pesawat A-4E dan 2 unit pesawat TA-4H skyhawk dibeli dan mulai di kirim dari Israel menuju Indonesia menggunakan kapal laut secara rahasia yang berlangsung selama 21 bulan dan berakhir pada 31 Agustus 1982. Bersamaan dengan itu, pada April-Juli 1980, TNI AU telah menerima pengiriman sebanyak unit pesawat F-5 E/F Tiger yang dibeli secara brand new dari pabrik Northrop Co, Amerika Serikat dan sebanyak 20 pesawat Hawk MK-53 yang dibeli dari pabrik British Aerospace, Inggris yang pertama kali datang pada September 1980. Sementara itu menjelang akhir 1980 hingga awal 1990, atas penandatangan kontrak pada Operasi Bima Sena antara TNI AU dan USAF, TNI AU menerima sebanyak 12 unit pesawat F-16 A/B Fighting Falcon Block 15 dari tiga kali penerbangan ferry oleh pilot TNI AU yang berlangsung antara November 1989 hingga April 1990.

2mxl51

Deretan A-4E Skyhawk TNI AU. Sumber : Google.com

6221121_20140617090123

Hawk MK-53 dan Hawk 109/209 TNI AU. Sumber : Google.com

F-5 E/F Tiger II TNI AU.

F-5 E/F Tiger II TNI AU. Sumber : Google.com

1

F-16 A/B Fighting Falcon Block 15 TNI AU. Sumber : Google.com

Memasuki pertengahan 1990 hingga menjelang masa akhir dari 32 tahun kepemimpinan Presiden Soeharto yang menerapkan politik kapitalis-absolut yang sarat dengan KKN di kalangan pejabat pemerintahannya. TNI AU semakin mengalami penurunan kekuatan akibat imbas dari kondisi politik yang semakin runyam, ditambah krisis moneter yang sedang di hadapi Indonesia kala itu. Di penghujung dasawarsa 1990-an TNI AU hanya memiliki OV-10F Bronco, A-4 Skyhawk dan F-5 E/F Tiger II, serta F-16 Fighting Falcon. Hampir semua pesawat tersebut adalah produk bekas dan artinya kondisinya sangat buruk serta jam terbangnya sudah akan habis. Bahkan, beberapa pesawat sudah harus di grounded dari masa dinasnya akibat embargo suku cadang oleh Amerika Serikat dan Inggris terkait tuduhan pelanggaran HAM dalam pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) dalam konflik GAM di aceh. sementara itu, tugas TNI AU semakin kompleks dalam menjaga wilayah udara Indonesia karena pasca lepasnya Timor Timur dari Indonesia, banyak pelanggaran penerbangan gelap yang dilakukan pihak asing di wilayah udara Indonesia.

Kini, pasca berjalannya Era Reformasi, politik di Indonesia Tidak lagi berada dibawah dominasi Blok Barat atau Blok Timur. Dari masa Orde lama dan Orde baru, bangsa ini telah sadar bahwa untuk membangun bangsa yang majemuk ini harus tetap berhaluan pada Pancasila sebagai ideologi Negara dan UUD 1945 sebagai landasan hukum yang fundamental. Sehingga secara mandiri bangsa ini bisa menentukan masa depannya sendiri tanpa intervensi dari pihak asing dan atas kepentingan pemimpinnya sendiri. Pada tahun 2005, Amerika Serikat dan Inggris secara perlahan mencabut embargo militernya kepada Indonesia. Setelah pada tahun 2003 indonesia mulai berpaling kepada Rusia dengan membeli sebanyak masing-masing 8 unit pesawat Flankers Su-27 SKM dan Su-30 MK2, dan 12 unit helikopter serbu Mi-35. Selain itu, TNI juga telah membeli peralatan tempur dari berbagai matra yang berasal dari Rusia. Diantaranya helikopter angkut Mi-17 dan tank Amfibi BMP-3F. Atas kebijakan yang dilakukan pemerintah kala itu, peluang TNI, Khususnya TNI AU untuk memodernisasi sistem persenjataannya semakin terbuka lebar. Kini pengadaan senjata di masa Reformasi tidak lagi hanya sekedar pertimbangan politis semata saja, melainkan juga atas pertimbangan akan kebutuhan yang menjadi penunjang dalam penjaga keamanan dan pertahanan nasional. Tidak ada lagi supremasi Blok TImur atau Blok Barat. Melainkan siapa yang bisa menyediakan apa yang sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, Netralitas TNI juga menjadi peranan penting, karena tidak akan ada lagi kepentingan Politik di lingkungan TNI seperti Dwi-fungsi yang sempat berlaku di era Orde Baru.

Exercise Pitch Black 2012

Su-27/30 Flankers TNI AU dengan F/A-18 Hornet RAAF saat Pitch Black 2012. (google)

Modersisasi-TNI-AU

Modernisasi Alutsista TNI AU.(google)

Di masa Demokrasi Pancasila ini, Indonesia mulai bangkit dengan setiap pembenahan dalam segala aspek, seperti pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik, sistem politik dan demokrasi yang semakin transparan dan penegakan hukum terutama untuk para pelaku korupsi yang semakin ditegakkan. Kemandirian dalam hal teknologi juga semakin di galakkan di berbagai bidang. Seperti kewajiban transfer teknologi dalam setiap pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan atau Alutsista di bidang militer, agar kita tidak selalu bergantung pada teknologi asing dan merasa bingung ketika minimnya suku cadang akibat embargo atau krisis ekonomi. Tetapi juga bisa memproduksi secara mandiri, bahkan dapat membangun sistem persenjataan sendiri sesuai dengan kebutuhan TNI dimasa kini dan masa mendatang.

Sumber

  • Majalah Angkasa Edisi Koleksi No.72, Tahun 2011. “Pesawat Kombatan TNI AU”. PT Mediarona Dirgantara.
  • Majalah Angkasa Edisi Koleksi No. 73, Tahun 2011. “Operasi Udara Trikora”. PT Mediarona Dirgantara
  • Prambudi, A. 2011. “Fakta dan Rekayasa G30S Menurut Kesaksian Para Pelaku”. Yogyakarta. MedPress.